Menikmati Syahdunya Desa Adat Prai Ijing di Sumba Barat

Thursday, March 23, 2023

Desa Prai Ijing

A nation's culture resides in the hearts and in the soul of its people - Mahatma Gandhi

Berkunjung ke desa adat, selalu bikin aku excited. Seperti waktu ngetrip ke Sumba beberapa waktu lalu. Mengunjungi desa adat sudah pasti masuk dalam daftar. Apalagi di Sumba ada banyak desa adat yang menarik. Kami beruntung bisa mengunjungi dua di antaranya. Yaitu Desa Ratenggaro dan Desa Prai Ijing.

Kami singgah di Desa Adat Prai Ijing dalam perjalanan menuju ke Sumba Timur. Desa Adat Prai Ijing tepatnya berada di Desa Tebara, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat. Jaraknya sekitar 3 km dari pusat kota Waikabubak. Kalau dari bandara Tambolaka, jaraknya sekitar 43 km. Yaaa, sekitar 1 jam lah kalau naik kendaraan bermotor. 

Hujan turun rintik-rintik sewaktu kami sampai di Prai Ijing. Berbeda dengan Ratenggaro yang ramai, suasana di Prai Ijing terkesan lebih tenang. Hujan rintik-rintik pagi itu seolah semakin memperkuat kesan syahdu di Prai Ijing.


Kami berjalan menyusuri rumah-rumah di Prai Ijing yang dibangun mengikuti kontur tanah yang berbukit. Total ada 36 rumah di Desa Prai Ijing yang berpenghuni. Dan ada 6 rumah lain yang sedang dibangun. 

Desa Prai Ijing

Tiga Tingkat Rumah di Prai Ijing

Meski sekilas terlihat sama dengan rumah-rumah di Ratenggaro, tapi kalo diperhatiin, sebenarnya beda. Perbedaan yang paling mencolok dan terlihat jelas adalah ketinggian atap rumahnya. Atap rumah di Desa Prai Ijing ini tak setinggi atap rumah di Ratenggaro. 


Rumah di Desa Prai Ijing ini dikenal dengan nama Uma Bokulu yang artinya rumah besar, dan Uma Mbatangu yang artinya rumah menara. Kalo diperhatiin, bentuk atap rumah di Prai Ijing ini emang berundak-undak kayak menara gitu siih.. 


Tingkatan rumahnya juga beda. Kalo di Desa Ratenggaro rumahnya terdiri atas 4 tingkat, rumah adat di Desa Prai Ijing ini cuma terdiri atas 3 tingkat. Setiap tingkatnya mempunyai nama dan fungsi yang berbeda. Bagian paling bawah adalah Lei Bangun, yang merupakan tempat untuk memelihara hewan ternak. Bagian tengah namanya Rongu Uma untuk tempat tinggal. Dan bagian paling atas atau Uma Daluku digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan benda-benda pusaka. 


Tengkorak Kepala Kerbau dan Kubur Batu

Di beberapa rumah kami melihat ada pajangan berupa tengkorak-tengkorak kepala kerbau. Ini sebagai bentuk peringatan kematian anggota keluarga. Tengkorak kepala kerbau ini juga sebagai penanda status sosial si pemilik rumah. Jadi semakin banyak tengkorak kepala kerbau yang dipajang, semakin tinggi pula status sosial keluarga tersebut. 

Tengkorak kepala kerbau

Di Sumba, kerbau merupakan hewan ternak yang dijadikan hewan adat. Tengkorak kerbau ini dijadikan bekal bagi arwah-arwah yang telah meninggal dunia. Karena, menurut kepercayaan mereka, seseorang yang sudah meninggal membutuhkan bekal untuk menjalani kehidupan di alam selanjutnya. 

Jadi, kerbau-kerbau itu dipotong dengan tujuan arwahnya akan menemani arwah orang yang meninggal tersebut sampai hari penghakiman tiba. 

Di halaman rumah juga ada kubur batu dan batu-batu menhir untuk pemujaan. Jadi kalo berkunjung ke sini, jangan sembarangan duduk apalagi naik-naik di bangunan yang bentuknya seperti meja batu yang ada di depan rumah yaa.. Karena itu bukan tempat duduk. 

Kubur batu di halaman rumah

Pintu Laki-Laki dan Pintu Perempuan

Rumah adat di Prai Ijing ditopang oleh empat tiang yang memiliki ukiran tertentu. Ukiran tersebut menjadi pembeda antara pintu laki-laki dan pintu perempuan. 

Pintu untuk perempuan berada di dekat dapur. Sementara pintu laki-laki berada dekat ruang tamu. 

pintu laki-laki di bagian depan

Jadi jangan heran, kalo di Desa Prai Ijing ngeliat bapak-bapak dan ibu-ibu masuk dan keluar rumah dari pintu yang berbeda. Karena aturannya emang begitu. Hehehe unik ya?

Penduduk yang Ramah dan Anak-anak yang Manis


Meski terkesan lebih sepi, tapi justru di Prai Ijing ini kami bisa merasakan kehidupan sehari-hari penduduknya. Iya, desa ini terasa lebih hidup dalam balutan kesederhanaannya. 


Di depan rumah, tampak beberapa orang lelaki sedang asyik mengobrol, sementara seorang ibu yang asyik menumbuk padi. Dan di rumah lainnya seorang ibu sedang asyik menenun. Meski mereka sedang asyik dengan pekerjaannya, tapi tetap ramah menyambut kami.


Bukan hanya suasananya, tapi anak-anak kecil di Prai Ijing ini juga membuat kami terkesan. Sedikit berbeda dengan anak-anak di Ratenggaro yang lebih 'agresif' menyambut tamu, anak-anak di Prai Ijing ini justru malah terkesan kalem dan pemalu. Bahkan sewaktu kami bagi-bagi kado, mereka tetap kalem dan tidak berebut seperti anak-anak lain. 

Anak manis ini namanya Meisya
Anak-anak manis di Prai Ijing



Menikmati Prai Ijing dari Ketinggian

Setelah berkeliling kampung, kami naik ke atas bukit. Dari atas sana kami bisa leluasa menikmati landscape Kampung Adat Prai Ijing lengkap dengan hamparan sawah di bawahnya. Asli cakep banget!


Bentang alam yang berpadu dengan kekayaan budaya yang tak lekang oleh zaman ini, sungguh merupakan sebuah harmoni yang sempurna. Kami betah duduk berlama-lama di atas bukit menikmati landscape Kampung Adat Prai Ijing. Kalau saja tak ingat, bahwa perjalanan kami hari itu masih cukup panjang, mungkin kami masih akan berlama-lama di atas sana.


You Might Also Like

0 komentar