Ingat Lampung, pasti ingat gajah. Kalau ingat gajah, pasti langsung ingat Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Taman nasional yang ada di Lampung Timur ini memang sudah sejak lama menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin melihat lebih dekat kehidupan hewan berbelalai panjang itu. Karena memang, TNWK merupakan Pusat Konservasi Gajah, yang tak hanya berperan untuk melindungi, tapi juga mengembangbiakkan dan melatih gajah-gajah yang ada di sana.
Sore itu cerah. Setelah melewati perjalanan cukup panjang dengan medan yang lumayan aduhai ajrut-ajrutan, akhirnya kami sampai di padang savana Braja Harjosari. Lega rasanya. Sehabis bergelap-gelap dalam ruang sempit di Gua Pandan, berada di tempat terbuka dan luas seperti ini tuh rasanya anugerah banget!
Happiness can be found, even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the light - Albus Dumbledore
Setelah diguyur hujan sepanjang malam, pagi itu matahari bersinar cerah di Lampung Timur. Secerah wajah-wajah kami yang bangun dengan semangat 45. Gimana gak semangat, kan semalam tidurnya pada nyenyak dibuai suara hujan dan empuknya kasur di guesthouse di rumah dinas Sekda Lampung Timur, Bapak Syahrudin Putra. Jadi wajar kalo pagi itu wajahnya pada berseri-seri. Ditambah lagi pagi itu kami kompakan pake kaos Lampung Timur Yay (@yay_lpg), yang bikin kadar kekerenan kami jadi naik beberapa level. Cieeee...
Siang itu rumah Ibu Devi, Kepala Kampung Gedung Batin, belum terlalu ramai. Hanya dua orang ibu terlihat sesekali memeriksa makanan yang sudah dihamparkan menjadi dua baris memanjang di ruang tengah. Hari itu matahari bersinar garang. Setelah berpanas-panas di luar menikmati kemeriahan event Gedung Batin Bamboo Rafting, rasanya saya butuh sesuatu yang segar. Pandangan pun jatuh pada gelas-gelas tinggi berwarna orens dan merah keunguan yang ada di antara makanan. Jus mangga dan jus buah naga itu terlihat begitu menggoda. Glek!
Kami
memasuki sebuah ruangan penuh bunga. Di setiap sudutnya, bunga-bunga artificial tertata dengan manisnya. Jelas ini pekerjaan seseorang yang mempunyai sense of art yang bagus.
Berada di ruangan secantik ini membuat saya sejenak lupa akan rasa capek, kantuk, dan lapar. Jam 4 subuh kami sudah dijemput oleh mas Ardy di Krui Mutun Walur Surf Camp, tempat kami menginap pada malam terakhir di Krui. Sengaja dijemput sepagi itu, karena kami harus menempuh 6 jam perjalanan dari Krui ke Bandar Lampung.
Berada di ruangan secantik ini membuat saya sejenak lupa akan rasa capek, kantuk, dan lapar. Jam 4 subuh kami sudah dijemput oleh mas Ardy di Krui Mutun Walur Surf Camp, tempat kami menginap pada malam terakhir di Krui. Sengaja dijemput sepagi itu, karena kami harus menempuh 6 jam perjalanan dari Krui ke Bandar Lampung.
"Sur, terbalik kita! Terbalik kita, Sur!" Samgar berteriak panik. Gurat wajahnya menyiratkan ketegangan. Perahu terseret arus, hilang kendali dan akhirnya menabrak batu. Surya melompat ke sungai. Berusaha sekuat tenaga menahan perahu agar tak semakin terseret arus. Samgar pun melompat ke air. Air sungai hanya setinggi dadanya. Tapi arusnya deras. Surya dan Samgar kalah kuat. Perahu terseret arus. Kami semua panik.
adventurose.com - Penjor-penjor bekas perayaan Galungan masih terlihat menghiasi ruas jalan utama. Suasananya menggiring memori pada suatu tempat berjuluk Pulau Dewata. Suasana yang teramat khas. Nuansa Pulau Dewata. Nuansa ini memang langsung terasa sewaktu mobil yang kami naiki memasuki Bali Sadhar, sebuah desa di Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Desa Bali Sadhar ini dihuni oleh para transmigran dari Bali, yang mengungsi ke Lampung pasca letusan Gunung Agung. Setelah puluhan tahun, akhirnya mereka memilih untuk menetap di Lampung. Berada di sini sejenak membuat saya lupa, bahwa saya masih berada di Lampung, bukan di Bali.
Sekitar 8 bulan lalu, di sebuah kedai mie Aceh paling hits di Bandar Lampung, 4 orang teman menebarkan 'racun' pada saya. Mereka adalah mas Yopie Pangkey (@yopiefranz), Fajrin Herris (@fajrinherrisgembel), Indra Pradya (@duniaindra), dan Teguh Prasetyo (@masteguh78). Mereka-mereka ini adalah para penggiat wisata di Lampung yang memang cukup aktif mempromosikan potensi yang ada di daerah tempat mereka bermastautin. Dan 'racun' yang mereka tebar malam itu bernama Pulau Pisang.
Model: Aries Pratama
Pesawat Garuda Indonesia yang membawa saya dari Batam mendarat mulus di landasan bandara Radin Inten II. Langit cerah menyambut kedatangan saya di Lampung siang itu. Bandara Radin Inten II sudah selesai berbenah. Terlihat megah dan lapang. Saya selalu suka cara Lampung menunjukkan ciri khasnya. Ukiran tapis, siger, atau gajah terlihat di mana-mana. Nah di bandara yang baru selesai direnovasi ini, saya sudah melihat ciri khas itu sejak pertama kali turun dari pesawat. Ada lukisan motif tapis pada tulisan Bandar Udara Radin Inten II. Welcome to Lampung!
Indra
mengurangi laju mobil sewaktu melewati ruas jalan R.E. Martadinata. Tak lama kemudian
ia pun memilih menghentikan mobil tak jauh dari gerbang Pantai Tirtayasa. Tadi
kami sempat salah belok. Mas Yopie yang duduk di sebelah Indra menghubungi
seseorang lewat telepon. Mencoba memastikan supaya kami gak salah belok lagi.
The greatest
secrets are always hidden in the most unlikely places - The Minpins by
Roald Dahl
Setelah
menginap semalam di Gedung Batin, kami pun melanjutkan perjalanan ke Desa Juku
Batu. Tepatnya di Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan. Sebenarnya sih masih
berat hati meninggalkan Gedung Batin. Tapi rasa penasaran terhadap Air Terjun Putri
Malu juga terlampau menggebu. Jadi mau
tak mau kami harus rela untuk menyudahi obrolan pagi berteman secangkir kopi di
teras rumah berumur 370 tahun itu.
Siang itu, Minggu 28 Agustus 2016, matahari bersinar terik di atas langit Bandar Lampung. Namun tak sedikit pun mengurangi antusias warga untuk menyaksikan langsung acara Jelajah Semarak Budaya yang merupakan acara puncak dalam rangkaian event Lampung Krakatau Festival 2016. Festival yang diselenggarakan dalam rangka memperingati letusan Gunung Krakatau pada tanggal 26-27 Agustus 1883 tahun lalu ini telah menjadi event tahunan Provinsi Lampung, dan tahun ini adalah yang ke-26.
Lampung
Lampung Krakatau Festival 2016 | Satu Kisah yang Terlalu Manis untuk Disimpan Sendiri
Friday, September 02, 2016
Jam 6 pagi itu, Sabtu 27 Agustus 2016, suasana di sekitar Lapangan
KORPRI kompleks perkantoran gubernur Provinsi Lampung masih sepi. Hanya ada
beberapa orang panitia dan tiga buah bus besar berwarna biru. Sepertinya
rombongan kami datang kepagian :D Dan berhubung masih sepi, kami pun asik
foto-foto dengan background baliho Lampung Krakatau Festival 2016 yang
terpasang mentereng di ruas jalan W.R. Monginsidi.
Lampung
No Words Can Describe the Beauty of Lampung - the Treasure of Sumatra
Monday, August 22, 2016Apa satu kata yang terlintas di pikiranmu kalau mendengar kata Lampung? Gajah? Kopi? Kalau itu jawabanmu, berarti kita sama. Sejak jaman masih sekolah, yang saya tau tentang Lampung ya cuma gajah dan kopi. Di Lampung ada Taman Nasional Way Kambas yang merupakan sekolah gajah pertama di Indonesia, yang sekarang bernama PKG (Pusat Konservasi Gajah). Dan sebagai robustalover, saya tau banget kalau Lampung merupakan salah satu daerah penghasil kopi robusta terbaik di Indonesia.
Enam hari di Lampung (27 Juli s/d 2 Agustus 2016) saya
sempat ngerasain tidur di tiga tempat yang berbeda, yaitu Bandar Lampung, WayKanan, dan Kiluan. Di Way Kanan, saya dan teman-teman menginap di rumah salah
seorang warga Kampung Gedung Batin. Sementara di Kiluan, kami menginap di Anjungan Tamong Haji, yang oleh warga sekitar lebih dikenal dengan nama Villa
Maimun.
Rabu sore, 27 Juli 2016. Rintik gerimis menyambut saya di
bandara Radin Intan, Lampung. Mbak Rien dari Jakarta, kak Rosanna dari
Balikpapan, dan Rian dari Jogja sudah menunggu saya di resto Branti Angkasa. Saatnya
untuk mencari Pokemon #kelilingLampung.
A nation's culture resides in the hearts and in the soul of its people - Mahatma Gandhi
Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit atau 22 km dari Blambangan Umpu, ibukota Kabupaten Way Kanan, akhirnya sampai juga di Gedung Batin. Jalan yang kami lewati sudah cukup baik. Baru setelah memasuki Desa Gedung Batin kami melewati jalanan berbatu dengan pohon-pohon karet yang berbaris rapi di sisi kanan dan kiri jalan.