Bagi-Bagi Kado ke Pelosok Negeri adalah Traveling Cara Aku

Sunday, January 08, 2023

Traveling cara aku

Life is a journey that has a lot of different paths, but any path you choose use it as your destiny - Ryan Leonard

Perjalananku ke Sumba awal tahun 2018 lalu gak cuma istimewa, tapi juga tak terlupakan. Hingga saat ini, Sumba merupakan salah satu perjalanan paling berkesan buatku. Ini bukan lagi tentang destinasi-destinasi indah yang selama ini aku impikan. Perjalanan ke Sumba kali ini bercerita lebih banyak tentang senyum tulus dan binar bahagia dari anak-anak yang kutemui di sepanjang perjalanan. Mulai dari Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah, hingga Sumba Timur.

Mau tau kenapa?

Karena kami gak cuma sekadar traveling menikmati keindahan alam Sumba, tapi sambil bagi-bagi kado untuk anak-anak yang kami temui di sepanjang perjalanan itu. Kado-kado kecil berisi buku cerita anak, alat-alat tulis, juga perlengkapan sekolah, yang dititipkan lewat @jastipkadoanaknegeri ternyata menjadi jalan pembuka untuk petualangan kado-kado kecil kami berikutnya. 


Tentang Jastip Kado Anak Negeri

Jastip Kado Anak Negeri ini awalnya bernama Jastip Kado Untuk Anak Sumba. Ini adalah project pribadinya Choty, teman seperjalanan yang udah aku anggap adik sendiri. Project ini dibuat Choty untuk merayakan hari ulang tahunnya. Kebetulan waktu itu kami mau ngetrip ke Sumba. Kalau biasanya orang yang berulang tahun mengharap kado atau hadiah dari orang lain, Choty justru bikin sesuatu yang beda. Dia menjadikan momen ulang tahunnya sebagai ajang untuk bagi-bagi kado ke anak-anak Sumba. Karena judulnya memang jastip, alias jasa titip, jadi Choty menerima titipan kado dari teman-teman lain yang tidak bisa ikut langsung ke Sumba, tapi ingin ikut berbagi. 

Choty dan anak-anak Sumba

Dan terbukti bahwa kebaikan itu menular. Beberapa hari sebelum keberangkatan kami ke Sumba, Choty mengabarkan di grup WA bahwa titipan kado yang diterimanya sudah mencapai 80 kg. Ini jauh dari apa yang diperkirakan sebelumnya. Rupanya banyak yang mengapresiasi dan ikut berpartisipasi pada niat sederhana Choty untuk berbagi kebahagiaan. Niatnya emang sederhana, tapi efeknya tentu gak sesederhana itu.

Jadilah acara traveling kami di Sumba waktu itu jadi acara bagi-bagi kado. Kado-kado kecil titipan banyak orang itu kami bagi ke anak-anak yang kami temui di sepanjang perjalanan. Sungguh, rasanya perjalanan kami jadi berlimpah bahagia. Senyum manis dan binar mata anak-anak yang dapet kado itu bener-bener priceless buat kami. Bahagia itu emang lebih terasa kalau dibagi-bagi ya… Happiness only real when shared


Berawal dari bagi-bagi kado untuk anak-anak di Sumba itu, akhirnya kami jadi ketagihan untuk terus berbagi kado dalam setiap perjalanan yang kami lakukan. Nama Jastip Kado Untuk Anak Sumba pun kami ganti jadi Jastip Kado Untuk Anak Negeri. Karena impian kami, kemanapun kami pergi nantinya, akan selalu ada kado-kado kecil yang kami bawa untuk dibagikan ke anak-anak di seluruh pelosok negeri ini. Agar mereka juga bisa merasakan membaca buku-buku cerita anak yang mungkin sulit didapatkan di daerah tempat tinggal mereka. 

Trauma Healing Untuk Anak Lombok

Gempa bumi dengan magnitudo 6,4 yang melanda Lombok pada bulan Juli tahun 2018 mengusik perhatian kami. Ribuan bangunan yang hancur dan ratusan korban jiwa pasti meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Lombok, terutama anak-anak. 

Lewat Jastip Kado Anak Negeri, kembali kami mengajak teman-teman untuk ikut meringankan trauma yang dialami anak-anak korban gempa Lombok. Karena menurut kami, anak-anak sangat rentan mengalami trauma. Makanya, kegiatan ini sengaja kami fokuskan untuk anak-anak.

Satu paket Doodle Art + crayon kami jadikan kado untuk anak-anak korban gempa di Lombok. Harapannya, semoga kebahagiaan kecil yang kami bagi, bisa mengembalikan keceriaan mereka. 


Dengan asyik mewarnai, mereka bisa meluapkan emosi yang mereka rasakan, mengurangi stress karena kehilangan, dan juga memperbaiki suasana hati. Ada kebahagiaan tak ternilai ketika akhirnya perlahan-lahan muncul sebaris senyum di bibir mereka. Semoga kado kecil dari kami, bisa jadi trauma healing untuk mereka. 

Kapur Tulis Untuk Emplawas

Pernah dengar nama Emplawas? Emplawas adalah nama sebuah desa kecil di ujung selatan Pulau Babar, Maluku Barat Daya. Emplawas masih satu daratan dengan Tepa, tempat kami melaksanakan kegiatan RuBI (Ruang Berbagi Ilmu) pada akhir tahun 2018 lalu. Tapi karena akses jalan darat dari Tepa belum sampai ke Emplawas, jadi kami harus naik speedboat

Sebelum berangkat ke Maluku Barat Daya (MBD), kami sering ngobrol dengan para Pengajar Muda yang ditempatkan di MBD. Dan Falah, Pengajar Muda yang ditempatkan di Emplawas sering bercerita tentang suka dukanya mengajar di satu-satunya sekolah yang ada di sana, aku dan Choty langsung tertarik. Kami berdua pun memutuskan untuk tinggal lebih lama di MBD, supaya bisa melihat langsung seperti apa Desa Emplawas. 

SD Emplawas tempat Falah mengajar itu merupakan satu-satunya sekolah yang ada di sana. Sekolah yang sudah berusia lebih dari 20 tahun itu hanya memiliki 52 orang murid dan 4 orang guru termasuk Falah. 

"Kalau tidak merepotkan kakak, kami hanya minta tolong dibawakan kapur tulis!"

Itu jawaban Falah sewaktu aku dan Choty menanyakan lewat telepon, kira-kira apa yang bisa kami bantu untuk anak-anak dan sekolah di sana? Mendengar jawaban Falah yang hanya meminta dibawakan kapur tulis kami cuma bengong. 

Sekali lagi kami membuka jastip kado untuk anak-anak di Maluku. Dan ternyata, mencari kapur tulis di era digital kayak sekarang ini cukup sulit. Tapi alhamdulillah kami dapat juga. Sampai akhirnya berkotak-kotak kapur tulis itu ikut menemani perjalanan panjang kami naik pesawat dari Jakarta ke Saumlaki dan sempat transit di Ambon. Lalu lanjut naik kapal laut selama 15 jam dari Saumlaki ke Tepa. Kemudian naik speedboat selama kurang lebih 2 jam dari Tepa ke Emplawas. 

Kebayang gak bawa barang berkardus-kardus berisi kapur tulis dan buku cerita anak melewati perjalanan jauh dengan moda transportasi yang berganti-ganti seperti itu? Yang bahkan kami jaga melebihi barang-barang bawaan kami sendiri. 

Kami sampai di Emplawas ketika air laut sedang surut sehingga speedboat tidak bisa merapat ke daratan. Jadi kami terpaksa basah sampai ke pinggang. Melihat itu, anak-anak yang sedang bermain di tepi pantai langsung berlarian menolong kami. Tanpa diminta, mereka langsung memanggul tas dan kardus-kardus yang kami bawa supaya gak ikutan basah. Sungguh, ini sebuah sambutan selamat datang yang manis banget!

Emplawas

Kami berkumpul di SD Emplawas. Setelah melihat langsung kondisi sekolahnya, dan merasakan langsung bagaimana perjuangan untuk sampai di sini, kami pun paham mengapa mereka hanya minta dibawakan kapur tulis. Karena yang mereka punya saat ini hanya papan tulis hitam, yang sebagian sudah tidak utuh lagi bentuknya. 

Papan tulis di salah satu kelas SD Emplawas

"Pernah ada yang mau menyumbang white board untuk kami. Tapi jadinya malah bingung bagaimana cara membawanya sampai ke sini," cerita Falah. 

"Itulah kenapa, kami hanya minta kapur tulis.."

***

How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard. Itu yang kami rasakan sewaktu akan meninggalkan Emplawas. Sungguh, desa kecil ini telah menawan hati kami. Sewaktu kami mau pulang, anak-anak juga bapak ibu guru mengantarkan kami sampai ke pantai. Mereka sigap memanggul tas-tas kami agar tidak basah dan membawanya sampai ke speedboat. Beberapa anak lelaki bahkan sampai berenang mengikuti kami, seolah juga berat melepas kami pergi. 


Berbagi Cerita di Banda Naira

Hari itu aku dan Choty diajak oleh Bang Lukman ikut island hopping bersama rombongan komunitas sketcher. Tujuan kami adalah Pulau Ay, Pulau Rhun, dan Pulau Nailaka. Sengaja kami membawa buku-buku cerita yang tersisa dalam ransel untuk dibagikan ke anak-anak pulau yang kami temui. 


Sementara rombongan komunitas sketcher asyik keliling pulau mencari spot untuk digambar, aku dan Choty asyik bermain dengan anak-anak Pulau Ay. Kami duduk di dermaga sambil berbagi cerita. 


Momen-momen seperti ini yang rasanya ingin selalu aku ulang. Aku selalu suka mendengar cerita dan mimpi anak-anak pulau. Mimpi-mimpi sederhana yang kadang mereka pun masih takut untuk memimpikannya. 

Berjalan dan Berbagi, Jadi Caraku Menikmati Hidup

Buatku, kegiatan relawan dan traveling itu ternyata sama. Sama-sama bikin candu. Sama-sama bikin nagih. Aku pribadi gak pernah menyangka sebelumnya. Bahwa kado-kado kecil yang kami bawa dan bagikan di sepanjang perjalanan kami ke pelosok negeri efeknya bisa sedahsyat ini. 

Mungkin kalau dulu, aku traveling hanya sekadar untuk menikmati pemandangan, menggali budaya, mencicipi kuliner, dan riset cari bahan untuk konten tulisan di media. Tapi setelah beberapa kali aku menyatukan perjalanan dan kegiatan charity, rasanya perjalanan yang aku lakukan jadi lebih berwarna. Ada perasaan bahagia yang gak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Makanya, aku selalu ingin melakukannya, lagi dan lagi.

Merajut Mimpi Kembali ke Kei

Kei, mungkin masih merupakan nama yang asing bagi sebagian orang. Kepulauan Kei adalah gugusan pulau kawasan tenggara Maluku yang punya pemandangan alam luar biasa indah. Sejak dulu, Kei sudah jadi salah satu mimpi yang ingin aku wujudkan suatu hari nanti. Sama seperti Banda Naira. Dan siapa sangka keduanya terwujud gara-gara kegiatan relawan. 

Akhir tahun 2018, dalam perjalanan keliling Maluku, tanpa sengaja takdir membawaku dan Choty singgah di Kei. Rencana semula, dari Tepa, kami mau langsung ke Banda Naira. Tapi ternyata, dalam waktu dekat tidak ada jadwal kapal langsung dari Tepa ke Banda Naira. Di sana, jadwal kapal memang sulit untuk diperkirakan. Kadang sampai harus berminggu-minggu menunggu kapal. Saat itu, yang ada cuma kapal menuju Saumlaki. Dari Saumlaki, ada kapal tujuan Banda Naira, tapi singgah di Tual, salah satu kota yang ada di Kepulauan Kei. Tanpa pikir panjang, aku dan Choty langsung beli tiket. 

Kami cuma punya waktu beberapa jam di Kei, sebelum kapal selanjutnya datang membawa kami ke Banda Naira. Dari banyak tempat yang direkomendasikan Sigit, salah seorang teman travel blogger yang baru pulang dari Kei, kami cuma sempat mengunjungi Pantai Ngurbloat atau yang juga dikenal dengan nama Pantai Pasir Panjang. 

Aku di Pantai Ngurbloat

Meski cuma sebentar, tapi kami beruntung bisa menikmati sunset yang cantik di Pantai Ngurbloat. Salah satu wisata andalan Kei yang diakui memiliki pantai terhalus di dunia. 

Pantai ngurbloat
Sunset di Pantai Ngurbloat

Kalau dikasih kesempatan, aku pengen balik lagi ke Kei. Tentunya, dengan waktu yang lebih lama. Bukan cuma singgah beberapa jam seperti waktu itu. 

Kenapa sih Pengen Balik ke Kei?

1| Sebagai salah satu destinasi impian sejak kecil, aku bersyukur banget akhirnya punya kesempatan untuk menjejak Kei meski cuma sebentar. Rasanya belum puas. Makanya, aku pengen balik lagi menikmati lebih banyak keindahan alam Kei. 

Salah satu tempat yang pengen banget aku datangi adalah Pulau Bair, pulau yang sering disebut-sebut sebagai 'Raja Ampat-nya Kei. Pulau Bair ini dikelilingi gugusan karang sehingga membentuk teluk dengan air berwarna hijau tosca. Aselik! Ngeliat penampakannya dari foto-foto di blognya Sigit (sigitsugiyono.wordpress.com), aku langsung mupeng!

Pulau bair
Foto Pulau Bair punya Sigit Sugiyono

2| Aku sudah pernah masuk ke Kei lewat laut, kali ini aku pengen coba masuk Kei lewat udara alias naik pesawat. Aku penasaran aja sih ama bandaranya yang punya kode bandara LUV. 

Pas ngecek tiket pesawat di Traveloka, ternyata penerbangan dari Surabaya ke Kei semua transit di Makassar. Dan rata-rata waktu transitnya lama. Kalo kayak gini, mending ambil waktu transit yang lama sekalian biar bisa jalan-jalan di Makassar. Eh, ternyata ada yang Free Hotel Coupon loh. Waah cocok nih. Emang udah paling bener rencanakan liburan di Traveloka yaa.. 


3| Dan yang paling bikin aku gak sabar adalah, aku pengen bagi-bagi kado untuk anak-anak di Kei. Duh, baru ngebayanginnya aja kok aku udah gak sabar ya? 😍

Dan seperti perjalanan-perjalananku sebelumnya, perjalanan ke Kei ini pun aku gak akan bikin itinerary. Buatku, itinerary tuh cuma pembatas yang menghalangi kebebasan menikmati perjalanan. 

Eh, ini menurut aku loh yaa.. Dan aku gak akan memaksa teman-teman untuk ikutin cara aku. Karena setiap pejalan, punya cara sendiri untuk menentukan dan menikmati perjalanannya.  Seperti aku, yang menikmati banget setiap kejutan di perjalanan, karena aku tidak pernah merencanakan perjalanan dengan detail. Seperti perjalananku bagi-bagi kado ke Sumba dan ke Maluku waktu itu. Karena tanpa rencana, akhirnya aku bisa sampai di Emplawas, bisa sampai di Kei. Buatku, momen-momen kayak gitu tuh priceless. Perasaan bahagianya tuh gak bisa diungkapkan dengan kata-kata. 

Jadi gak usah ragu atau takut untuk menentukan perjalanan dengan cara yang kamu banget #LifeYourWay.

You Might Also Like

22 komentar

  1. Kegiatan yang menarik dan bermanfaat banget. Jadi selain traveling tapi juga berbagi untuk anak-anak

    ReplyDelete
  2. Mpo langsung meluncur ke Instagram jastip kado anak negri. Semoga terus bisa membantu anak Indonesia senyum dengan mendapatkan kado.

    ReplyDelete
  3. Wow..membaca tulisan ini aku pun ikut bersemangat! Terasa sekali bahagia dan harunya. Senyum bahagia anak2 manis penerima kado pasti menjadi oleh2 indah setiap perjalanan mba dan kawan2.. Salut utk ide dan realisasinya! Semoga sukses selalu ya..

    ReplyDelete
  4. Keren banget idenya Choty dan Mbak dalam setiap perjalanan nya. Btw kapan nih ngadain trip ke Cianjur?
    Kalau mau kontak kontak saya ya... Saya pengen banyak belajar juga nih tentang bagi kado ini untuk anak korban gempa Cianjur

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah ya, teh.. Semoga ada kesempatan berkunjung ke Cianjur

      Delete
  5. Menurut daku ini traveling yang bermanfaat. Bukan hanya sekadar jalan² berburu kuliner atau tempat yg belum dikunjungi, tetapi ini memberikan kebahagiaan kepada anak-anak. Cakep kak Dian, sukses selalu ya❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.. Makasih ya mba. Sukses selalu juga buat mba Fenni

      Delete
  6. keren nih mba, mesti effort juga ya kudu bawa kado atau mungkin beli di sana.. tapi yang jelas sangat berkesan bagi anak2 di pelosok negeri pastinya. semoga menang, mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe lumayan juga perjuangannya mba.. Tapi seru sih..

      Delete
  7. Masyaalloh cantiknya mbak ituuuu

    Mau juga ke banda neira. Subhanalllh semoga tercapai kesana nya lagi mbak. Aku mau kepoin juga biaya kesana berapa aja hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.. Semoga kesampaian ke Banda Naira ya, Rin..

      Delete
  8. Ikut merasakan bahagia yang menghangatkan hati deh baca kisah perjalananmu berbagi kado untuk anak-anak di daerah timur ini. Semoga keinginan untuk kembali ke Kei bisa terwujud, Dee. Kabar-kabari ya klo mau berbagi kado lagi. Pengin titip deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah nanti kalo mulai lagi aku kabarin ya mba.. Ini kemaren sempat berenti gara2 personilnya pada sibuk ngurusin anak 😄

      Delete
  9. MasyaAllah, keren sekali nih cara Choty dan Kak Rose berbagi pada anak-anak di Nusantara, pasti mereka bahagia banget ya menerima hadiah-hadiah itu.
    saya baru tahu lho tentang Kei ini dan MasyaAllah indah sekali, rasanya jadi pengen ikutan juga nih Kak perjalannya, kita ketemuan di Makassar yuk, hihihh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pengen banget singgah di Makassar, sekalian mudik ke kampung halaman ortu 😄

      Delete
  10. Keren banget, Mba. Pasti rasanya bahagia banget yaa, selain bisa menikmati keindahan alam juga bisa berbagi kebahagiaan dengan anak-anak di sana

    ReplyDelete
  11. Apresiasi untuk Mbak Dian & Mbak Choty. Ikut senang lihat foto2 anak Sumba dan Emplawas dari sini. Nggak nyangka, di bagian Indonesia yang lain ternyata belajar pun masih kesulitan untuk menulis materinya. Semoga semuanya menjadi berkah. Kapan2 kalau buka jastipan lagi saya mau ikutan juga ya Mbak. :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siaaap.. Insya Allah nanti dikabarin kalo kami mulai lagi ya mba 😊

      Delete