Rencana liburan ke Batu yang mendadak, ditambah bertepatan dengan long weekend, membuat kami agak kesulitan mendapatkan tempat menginap. Beberapa villa yang kami hubungi sudah full booked. Sementara yang tersisa tinggal yang harganya mahal-mahal. Yang paling murah aja harganya di atas 1,5juta/malam. Kami langsung ngerasa sayang ngeluarin duit segitu cuma buat numpang tidur semalem doank.. #dasarmakirit
Bromo. Satu tempat dengan ribuan cerita. Meski sudah berkali-kali mengunjunginya, saya tak pernah bosan. Karena apa? Karena pesonanya itu seolah tak pernah berhenti menyuguhkan cerita-cerita baru untuk saya. Jadi, meski ini adalah kali kelima saya mengunjungi Bromo, saya tetap merasa excited. Se-excited kunjungan pertama saya, 17 tahun yang lalu.
Tinggal di rantau membuat saya jadi kudet alias kurang update ama perkembangan yang terjadi di kota kelahiran tercinta, Surabaya. Abis rasanya tiap mudik, adaaa aja sesuatu yang baru di sini. Seperti yang satu ini, Suroboyo Carnival. Sebuah wahana bermain anak dan keluarga yang satu ini baru dibuka tahun 2014 lalu. Dan waktu mudik kemarin, tiap lewat bundaran Waru dan wahana-wahana permainannya terlihat dari jauh, anak-anak udah pada ribut ngajak mampir.
Memanfaatkan momen kumpul keluarga yang belum tentu setahun sekali ini, hari itu kami memutuskan untuk piknik bareng. Hahahaha bahasanya, padahal mah cuma sekadar pengen makan siang di luar atau sambil jalan kemana gitu aja kok... Mumpung yang kerja masih pada cuti, trus yang dari luar pulau juga masih pada belum balik...
Berbicara tentang Jogja gak akan pernah ada habisnya. Segala yang ada di kota pelajar ini seolah memang merupakan magnet yang bisa menarik siapa pun untuk kembali. Entahlah, setiap berada di kota ini saya selalu merasa bahwa waktu seolah berjalan lebih lambat, bahkan terkadang terhenti beberapa jenak. Seolah memahami bahwa saya selalu perlu waktu lebih lama untuk memungut dan mengenang kembali kisah-kisah yang pernah saya tinggalkan dan terserak di setiap sudut kotanya...
"Jangan lupa kripik sanjai yaa.."
Rata-rata begitu komen teman-teman dan sodara begitu tau kami sekeluarga mau pergi ke Padang. Siapa sih yang gak kenal kripik singkong berbalur bumbu balado yang endang gulindang itu? Kripik sanjai emang identik banget ama Ranah Minang. Tapi apa emang cuman itu oleh-oleh khas dari Padang?
Setelah sorenya
'bertemu' dengan si Malin Kundang di Pantai Air Manis, malamnya kami diantar ke
Jembatan Siti Nurbaya oleh bapak-bapak tukang ojek yang sorenya mengantar kami
ke Pantai Air Manis.
Siapa yang tak kenal Malin Kundang? Si anak durhaka yang dikutuk oleh sang ibu menjadi batu ini merupakan salah satu legenda paling populer di Sumatra Barat. Kisah tentang Malin Kundang ini sudah saya dengar sejak saya masih duduk di bangku SD. Dongeng yang sering dipakai oleh orang-orang tua dulu untuk menakut-nakuti anak-anaknya
Beberapa hari sebelum berangkat ke Padang, saya sudah mulai browsing hotel. Kalo dulu sebelum punya anak sih, gak pernah browsing-browsing hotel sebelum pergi. Begitu sampai di tempat tujuan, baru deh cari penginapan. Rela keluar masuk penginapan, cuma demi nyari yang harganya murah, hehehe... Maklum, seringnya butuh hotel cuma buat numpang tidur beberapa jam aja, jadi sayang kalo harus bayar mahal.
Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk
Dengan pusi aku berdoa Perkenankanlah kiranya
(Taufiq Ismail - 1965)