Dusun Sade Bukan Hanya Cerita Tentang Kawin Culik dan Tenun Cantik
Sunday, September 13, 2015
is like a tree without roots - Marcus Garvey
Keindahan dan pesona Lombok tak perlu diragukan lagi. Bentang alamnya begitu memukau, indah. Kulinernya tak hanya membekas di lidah, tapi juga di hati. Dan mengunjungi Lombok, rasanya tak lengkap kalau tidak mampir di Dusun Sade, dusun tradisional Suku Sasak yang berada di Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Sebuah dusun yang masih mempertahankan adat-istiadat, tradisi, budaya, serta kearifan lokalnya.
Dusun Sade
Seorang lelaki Suku Sasak bernama Pak Jali langsung menghampiri ketika saya dan suami selesai memarkir sepeda motor. Beliau menawarkan diri untuk menemani kami berkeliling Dusun Sade. Tawaran yang langsung kami sambut dengan sukacita.
"Di Sade ini ada 150 rumah. Penduduknya adalah Suku Sasak Lombok yang masih saling memiliki ikatan keluarga." Pak Jali membuka obrolan di siang itu.
"Nama Sade berasal dari bahasa lokal yang artinya obat. Dulunya, Dusun Sade memang merupakan tempat berobat bagi masyarakat Sasak. Dusun Sade ini merupakan dusun tertua di Lombok Tengah," lanjut Pak Jali lagi.
Mata kami langsung disambut oleh deretan rumah adat Suku Sasak yang terbuat dari kayu, berdinding anyaman bambu, dan beratapkan daun rumbia. Rumah adat Suku Sasak ini terdiri dari dua ruangan, yaitu bale luar yang merupakan tempat untuk menerima tamu, dan bale dalam yang merupakan dapur dan tempat tidur. Posisi bale dalam lebih tinggi daripada bale luar, keduanya dihubungkan dengan tiga buah anak tangga.
Rumah di Dusun Sade
Pak Jali juga mengajak kami melihat-lihat lumbung padi. Lumbung padi di Dusun Sade sengaja diletakkan di atas bale-bale yang biasa dijadikan tempat bercengkerama bagi masyarakat. Alasan utama lumbung padi ini diletakkan di atas adalah agar hasil panen yang tersimpan di dalamnya aman dari bencana banjir maupun serangan hama tikus. Khusus untuk menghindari serangan hama tikus ini, sebuah piringan dari kayu sengaja dipasangkan di antara kayu penyangga lumbung. Sehingga apabila ada tikus yang berhasil memanjat kayu penyangga, tidak akan berhasil masuk ke dalam lumbung karena terhalang oleh piringan kayu tersebut. Sebuah pemikiran yang sungguh cerdas.
Piringan bulat pengusir tikus
Di sini, 1 lumbung padi bisa digunakan oleh 5-6 keluarga. Tak ada ketentuan baku mengenai pembagian penggunaan lumbung padi ini. Selama masih ada cukup tempat, silakan diisi. Untuk penggunaannya pun, mereka membagi rata secara kekeluargaan. Hanya kaum perempuan yang diijinkan untuk mengambil simpanan padi di dalam lumbung, sementara bagi kaum lelaki, hal ini justru merupakan pantangan.
Lumbung padi
Sesekali bocah-bocah Suku Sasak yang datang sambil menawarkan kerajinan tangan menyela pembicaraan kami dengan Pak Jali.
Kalung dan gelang etnik yang dijual di Dusun Sade
Tradisi Unik Kawin Culik
Sambil berkeliling, Pak Jali meniceritakan banyak hal menarik tentang Suku Sasak. Salah satunya adalah tradisi kawin culik atau merariq. Seorang lelaki yang ingin menikahi gadis di sana, harus menculik atau membawa lari gadis tersebut tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Menculik gadis yang akan dinikahi dianggap lebih ksatria dibandingkan dengan meminta langsung kepada orang tuanya.
Wow! coba saja kalau ada yang berani melakukan kawin culik di daerah lain, alih-alih akan dianggap ksatria, yang ada si lelaki justru akan dilaporkan ke polisi karena telah menculik anak gadis orang.
Tapi jangan samakan merariq dengan kawin lari. Karena dalam tradisi merariq, bukan hanya sekadar 'menculik' anak gadis orang, kemudian menikahinya begitu saja. Ada rangkaian panjang adat-istiadat Suku Sasak yang menyertainya.
Sesampainya gadis yang diculik tadi di rumah si lelaki, keluarga si lelaki harus mengadakan acara makan-makan yang disebut acara Mangan Merangkat. Selanjutnya adalah acara Nyelabar, yaitu keluarga dari pihak lelaki datang ke rumah si gadis untuk mengabarkan bahwa anak gadis mereka selamat dan baik-baik saja. Setelah proses Nyelabar, masih ada acara yang disebut Bait Wali, yaitu meminta orang tua dari pihak si gadis untuk menjadi wali dalam acara akad nikah.
Selanjutnya adalah acara akad nikah yang dilaksanakan di rumah keluarga pihak lelaki. Uniknya, acara akad nikah ini tidak dihadiri oleh keluarga dari pihak si gadis selain yang bertindak sebagai wali. Keluarga dari pihak si gadis baru bisa hadir pada acara resepsi yang disebut Jelo Baraq. Acara resepsi atau Jelo Baraq ini diselenggarakan selama dua hari. Resepsi hari pertama disebut Jelo Jait. Di mana pada prosesi ini dilakukan pengantaran bahan pokok dan makanan ke rumah pihak pengantin perempuan. Resepesi hari kedua disebut Jelo Gawe. Jelo Gawe ini merupakan prosesi puncak dari rangkaian panjang tradisi merariq. Pada saat inilah dilakukan prosesi sorong serah aji kerame, yang merupakan pernyataan setuju dari kedua belah pihak terhadap pernikahan kedua mempelai.
Kotoran Tak Berbau
Selain bercerita tentang tradisi kawin culik, Pak Jali juga menunjukkan bahwa semua rumah yang ada di Dusun Sade menggunakan kotoran kerbau atau sapi untuk mengepel lantai dan dindingnya. Tradisi unik ini masih terus digunakan oleh Suku Sasak hingga kini, karena mereka meyakini bahwa lantai dan dinding yang dipel menggunakan kotoran sapi atau kerbau yang dicampur dengan air akan membuat lantai jadi kesat, mengkilap dan terhindar dari lalat dan nyamuk.
Selain itu, bila sering dipel dengan kotoran sapi atau kerbau yang dicampur air, akan membuat rumah adat Suku Sasak ini menjadi dingin di musim kemarau dan hangat di musim penghujan.
Tradisi membersihkan rumah dengan kotoran sapi atau kerbau ini dilakukan sebulan sekali oleh kaum perempuan Suku Sasak yang telah berkeluarga. Selain untuk membersihkan rumah, kotoran sapi atau kerbau juga dimanfaatkan untuk menjadi bahan campuran untuk membuat lantai rumah adat, yang fungsinya hampir sama dengan semen, yaitu sebagai bahan perekat.
Dengan adanya campuran kotoran sapi atau kerbau tersebut lantai rumah akan menjadi lebih kuat dan tidak mudah retak. Ada yang berminat menjadikan kotoran sapi atau kerbau untuk membersihkan lantai...?!
Terpesona Kain Tenun Penuh Warna
Di Dusun Sade kami juga diajak melihat langsung proses pembuatan kain tenun khas Lombok. Di sini, aktiitas menenun kain yang dilakukan oleh para wanita Suku Sasak menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan. Sambil memperhatikan betapa terampilnya para wanita ini memainkan jemarinya menenun helaian benang, mata kita juga akan dimanja oleh jejeran kain-kain yang sudah jadi. Cantik.
Gadis Sasak sedang asik menenun kain
Proses pembuatan kain tenun di Dusun Sade ini semuanya masih dikerjakan secara tradisional. Demikian juga dengan pewarna yang digunakan. Semuanya menggunakan pewarna alami yang diperoleh dari tumbuhan sekitar. Seperti kunyit untuk memberi warna kuning, buah mengkudu untuk memberi warna biru, dan pohon sono keling untuk memberi warna merah.
Semua masih dikerjakan secara manual. Benang-benang aneka warna itu dalam waktu sebulan akan berubah menjadi kain tenun yang sangat cantik. Untuk menghasilkan satu lembar kain tenun yang cantik, biasanya diperlukan waktu sekitar 2-4 minggu, tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya. Harga yang dipatok untuk selembar kain sekitar 50.000 - 200.000 rupiah. Sekilas memang terkesan mahal, tapi kalau dibandingkan dengan proses pengerjaannya yang tidak sebentar, harga segitu tentu sepadan.
Kain tenun cantik penuh warna
Seorang pedagang menceritakan kepada kami, hanya mereka yang berduit yang bisa menyewa kios di Sade, karena harga sewa kios di Sade cukup mahal. Sehingga untuk menutupi biaya sewa kios, mereka menjual kain tenunan itu dengan harga yang lebih mahal daripada di tempat lain. Sedangkan mereka yang tidak mempunyai banyak uang untuk menyewa kios di Sade memilih menyewa kios di tempat lain yang harga sewanya lebih murah. Sehingga barang yang dijual bisa lebih murah.
"Belilah kain ini, Nak..."
Tak terasa, hampir dua jam kami berkeliling Dusun Sade. Dua jam yang terasa begitu singkat. Rasanya saya masih ingin berlama-lama menikmati suasana dusun ini. Tapi perjalanan kami pun harus dilanjutkan. Semoga event World Travel Writer Gathering 2015 ini yang akan membawa saya kembali ke Lombok. Ya, semoga saja...
Siang itu, cukuplah cerita yang mengalir dari bibir Pak Jali menemani hari kami yang semakin terasa penuh warna. Sewarna-warni kain tenun yang berjajar indah di dusun bersahaja ini.
14 komentar
Melihat kain tenunnya, duh, pengen punya aemua Mbak Dian. Kayaknya tiap lembar kain punya cerita sendiri ya. Entah dari warna maupun motif. Ah ...Pengen ke Lombok lagi :)
ReplyDeleteMbak kalau hbis dioles2in kotoran kerbau atau sapi gt trus dibilas kali ya, pernah lihat di tivi. Masih penasaran. Hehe
ReplyDeletekak, jadi mereka itu langsung diculik tanpa di nikahi dulu ya? terus terus maharnya berapa kak?
ReplyDelete#ehem :D
apaaaa ? Menculik gadis yang akan dinikahi dianggap lebih ksatria dibandingkan dengan meminta langsung kepada orang tuanya.
ReplyDeleteSemoga Brad pittt menculikku *dikeplakanglinajoli :)
Semoga menang ya mbak, eh, klo ke lombok hati hati diculik :)
Memang unik ya tradisi dan budaya masing2 suku di Indo, berasa kaya banget punya nusantara.. Sukses ya mba Dee *-*
ReplyDeleteWaktu pertama liat piringan tikus itu aku kira semacam desain utk tujuan seni saja eh ternyata buat mengusir hama. Pinter ya orang Sasak punya ide begitu. Dengan cara itu tikus sulit naik lumbung.
ReplyDeleteTenunnya luar biasa indah. Warna warni. Selalu nyesel kalau ke tempat asal tenun ga beli :( Mulai skrg kalo mampir ke suatu daerah aku nistkan utk beli.
Good luck mbak Dee
Saya tuh kalo ke sade Lombok, malah asyik foto-foto rumah aslinya yang atap rumbia.. kesannya fotogenik banget tuh rumah..
ReplyDeleteAdat budaya di Indonesia ini memang beragam ya. Aku ingin belajar nenun kain deh ih kayanya seru ya :D
ReplyDeleteItu kainnya cantik2... Oya Mba Dee, masih penasaran soal kotoran kerbau, itu jadi enggak baunya kok tidak dijelaskan? Aku menunggu penjelasan nih :)
ReplyDeleteaku mau di culik trus di kawinin, dari pada merana jomblo terusss hua hua
ReplyDeleteCongrats ya Mba Dee menang lomba blog Twgathering... tulisannya memang keren
ReplyDeleteAku pengen balik ke sini lagi :)
ReplyDeleteBeli kain dan ngobrol seru ^^
Mantap banget info na =)
ReplyDeletedusun sade ini salah satu daya tarik pariwisata lombok yang harus dilestarikan, tapi pemerintah setempat juga harus memperhatikan kesejahteraan penduduk setempat.
ReplyDelete