Wonderful Indonesia - Tersengat Pesona Pulau Penyengat

Tuesday, November 27, 2018

pulau penyengat

Nama Pulau Penyengat mungkin masih terdengar asing di telinga. Wajar saja, karena Pulau Penyengat ini hanyalah sebuah pulau kecil seluas 2 km², dan merupakan satu dari sekian banyak pulau yang tersebar di wilayah Kepulauan Riau. Berjarak sekitar 6 km dari Tanjungpinang, ibukota provinsi Kepulauan Riau.

Tapi jangan salah, walaupun hanya sebuah pulau kecil, Pulau Penyengat ini mempunyai peranan penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Kalau kita mengunjungi pulau ini, kita masih bisa melihat peninggalan-peninggalan sejarah tersebut. Dan yang menjadikannya istimewa, pulau kecil ini merupakan mahar pernikahan dari Sultan Mahmud kepada Engku Putri Raja Hamidah, putri dari Raja Haji Fisabilillah. 

Nama Pulau Penyengat muncul dalam sejarah Melayu pada awal abad ke-18 ketika meletusnya perang saudara di Kerajaan Johor-Riau yang kemudian melahirkan Kerajaan Siak di daratan Sumatera. Pulau ini menjadi penting lagi ketika berkobarnya perang Riau pada akhir abad ke-18 yang dipimpin oleh Raja Haji Fisabilillah, yang pada tahun 1997 diangkat sebagai pahlawan nasional. Raja Haji menjadikan pulau ini sebagai kubu penting yang dijaga oleh orang-orang asal Siantan dari kawasan Pulau Tujuh di Laut Cina Selatan. 

Cerita rakyat yang lain menyebutkan, nama Pulau Penyengat diambil dari nama binatang sejenis lebah yang dikenal dengan nama penyengat. Awalnya, pulau ini dikenal orang sebagai tempat mengambil air dalam pelayaran yang melintasi kawasan ini. Konon, pada suatu hari para saudagar yang mengambil air di pulau ini diserang oleh binatang sejenis lebah tersebut. 

Menuju Pulau Penyengat 

Untuk menuju Pulau Penyengat, kita bisa menyeberang menggunakan pompong dari pelabuhan yang lokasinya tak jauh dari Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjungpinang. Menyeberangnya hanya sekitar 10 menit. Ongkosnya Rp 7.500/orang. 

Pompong yang digunakan untuk menyeberang ke Pulau Penyengat

Dari dalam pompong kita bisa menyaksikan bangunan masjid yang berwarna kuning. Itulah Masjid Raya Sultan Riau, atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Penyengat. Dilihat dari laut begini, bangunan masjid itu tampak megah, keempat menaranya terlihat anggun menjulang. Menyambut hangat para pengunjung yang datang. 

Masjid Raya Sultan Riau dilihat dari laut

Masjid Raya Sultan Riau 

Satu bangunan yang tidak boleh dilewatkan kalau berkunjung ke Pulau Penyengat adalah masjidnya, Masjid Raya Sultan Riau. Masjid dengan warna kuning yang khas ini menjadi salah satu bangunan istimewa di Pulau Penyengat. Keistimewaan itu terlatak pada bahan yang digunakan untuk membangun masjid tersebut. Masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur untuk memperkuat dinding kubah, menara dan bagian lainnya. 

Masjid Raya Sultan Riau

Konon, dibutuhkan telur berkapal-kapal untuk mendirikan masjid ini. Sedangkan kuning telurnya dipakai untuk mewarnai dinding dan kubah masjid. Masjid yang berdiri pada 1 Syawal 1249 Hijriah atau pada tahun 1832 Masehi ini didirikan oleh Raja Abdul Rahman-Yang Dipertuan Muda VII. Masjid ini memiliki 17 buah kubah. Ini sesuai dengan jumlah rakaat shalat wajib dalam sehari semalam. 

Masjid Penyengat dengan warna kuningnya yang khas

Masid ini berukuran 54,4 x 32,2 meter. Bangunan induknya berukuran 29,3 x 19,5 meter, disangga oleh empat buah tiang. Di halaman masjid terdapat dua buah rumah sotoh, yang biasa digunakan sebagai tempat singgah bagi para musafir dan berfungsi juga sebagai tempat musyawarah. 

Rumah sotoh

Di sini kita bisa melihat sebuah mushaf Al Qur'an yang ditulis tangan oleh Abdurrahman Istambul, seorang putra Riau yang dikirim belajar ke Turki pada tahun 1867. Mushaf Al Qur'an ini diletakkan dalam sebuah kotak kaca. Selain mushaf Al Qur'an, juga terdapat kitab-kitab kuno yang merupakan koleksi dari perpustakaan yang didirikan oleh Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi-Yang Dipeertuan Muda Riau X. 

Ruangan dalam masjid tidak terlalu luas. Dinding bagian dalam masjid berwarna putih, terlihat kontras dengan karpet yang berwarna hijau. Mimbarnya terbuat dari kayu jati dengan ukiran khas Jepara. Di salah satu bagian masjid juga terpasang lampu kristal yang merupakan hadiah dari Kerajaan Prusia di Jerman. 

Berkeliling Pulau Penyengat 

Setelah puas mengagumi Masjid Raya Sultan Riau, kini saatnya kita berkeliling Pulau Penyengat. Sebenarnya, kita bisa saja jalan kaki berkeliling pulau kecil seluas 240 hektar ini untuk melihat-lihat situs peninggalan sejarahnya. Tapi rasanya kurang afdal kalau mengunjungi suatu tempat wisata tanpa mencoba transportasi wisata yang ada. Cobalah naik bemor, atau becak motor. Ongkosnya Rp 30.000/bemor. Satu bemor muat untuk dua orang. 

Tempat-tempat peninggalan sejarah yang bisa kita kunjungi di Pulau Penyengat adalah kompleks makam raja-raja dan tokoh-tokoh penting pada jaman Kerajaan Riau Lingga. Di antaranya adalah makam pahlawan nasional Raja Ali Haji, yang dikenal sebagai Bapak Bahasa Melayu Indonesia. Karya beliau yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas. Makam Raja Ali Haji berada di dalam kompleks yang sama dengan makam Engku Putri Raja Hamidah. 

Kompleks Makam Raja Ali Haji

Kompleks Makam Raja Ja'far

Selain makam Raja Ali Haji dan makam Engku Putri Raja Hamidah, masih terdapat beberapa kompleks makam lainnya di Pulau Penyengat ini. Di antaranya adalah makam Raja Haji Fisabilillah-Yang Dipertuan Muda Riau IV, makam Raja Jakfar-Yang Dipertuan Muda Riau VI, dan makam Raja Abdulrahman-Yang Dipertuan Muda Riau VII. 

Peninggalan lainnya yang masih bisa kita saksikan di Pulau Penyengat adalah Bangunan Istana Kantor, yang letaknya tidak jauh dari Masjid Raya Sultan Riau. Istana ini merupakan Kantor Pemerintahan Kerajaan Riau yang pertama. Sayang kini sebagian fisik dari bangunan Istana Kantor ini telah hancur. 

Berdandan ala Pengantin Melayu di Balai Adat 

Balai Adat Melayu Indra Perkasa, merupakan satu-satunya bangunan yang tidak berwarna kuning sebagaimana bangunan lainnya yang ada di pulau ini. Balai Adat Melayu ini merupakan replika dari rumah adat Melayu yang berbentuk panggung dengan corak Melayu yang khas. Di dalam Balai Adat Melayu ini terdapat pelaminan khas Melayu yang full colour. Meriah sekali. 

Di sini kita bisa menyewa pakaian adat Melayu untuk berfoto. Dengan merogoh kocek sebesar Rp 25.000 kita bisa puas berfoto ala bujang dan gadis Melayu di setiap sudut Balai Adat ini. 

Pelaminan di Balai Adat Melayu

Menikmati Suasana dari Puncak Bukit Kursi 

Terakhir, sempatkan untuk naik ke puncak Bukit Kursi. Jangan membayangkan sebuah bukit yang sangat tinggi, karena Bukit Kursi ini tingginya hanya sekitar 150 meter di atas permukaan laut. Inilah titik tertinggi di Pulau Penyengat. Pemandangan dari puncak bukit sungguh indah, padahal ini baru sebagian kecil dari Wonderful Indonesia. Bukit Kursi ini, pada masa penjajahan dulu merupakan benteng bagi pejuang Indonesia untuk mempertahankan diri dari serangan penjajah Belanda. 

Pemandangan dari puncak Bukit Kursi

Meriam di puncak Bukit Kursi

Di puncak Bukit Kursi ini kita masih bisa menyaksikan peninggalan-peninggalan perang jaman dulu, seperti meriam dan parit yang digunakan sebagai jalur untuk menyuplai bubuk mesiu bagi meriam-meriam yang ada di puncak bukit. Di bawah bukit ada sebuah bangunan yang dinamakan Gedung Mesiu. Di tempat inilah bubuk mesiu untuk keperluan perang disimpan.

Gedung Mesiu

* * *

Punya cerita menarik tentang keindahan Indonesia juga? Pasti punya doonk.. Daripada ceritanya disimpen sendiri, mending ikutan Wonderful Indonesia Blog Competition. Info lengkapnya bisa dibaca pada poster di bawah ini



You Might Also Like

19 komentar

  1. Ngebayangin, bangun bangunan semgah itu dengan putih telur......

    ReplyDelete
  2. ini memang pesona yang bersejarah dari Provinsi Kepri. arsitektur Masjid dan bahan baku semen untuk masjid memang fenomenal hanya dengan putih telor. luar biasa

    ReplyDelete
  3. pake baju adatnya nih yg belum nyoba. sama ngunjungi pasar digital genpi

    ReplyDelete
  4. semoga peninggalan sejarah di Pulau Penyengat ini tetap lestari selamanya. aamiin

    ReplyDelete
  5. Di Penyengat juga dibangun museum bahasa. Rencananya akan diresmikan Pak Jokowi Awal tahun 2018 yang lalu, eh museumnya belum rampung orang-orangnya udah terduga korupsi. Sayang banget. Masih penasaran dengan kelanjutan museum tersebut.

    ReplyDelete
  6. Yg benteng itu di mana si kak, yang ada meriam, pas kesana ga ketemu di mananya:D

    ReplyDelete
  7. Dulu pernah ke Penyengat, pesona Masjidnya mggak pernah lunturr.. lama nggak ke sana lgi..

    ReplyDelete
  8. Ya itulah salah satu sifatnya Indoneaia yang menakjubkan: bikin mesjid sebetulnya dari fondasi semen biasa, tetapi diberi ornamen istimewa macam putih telur supaya daya gaungnya sampai turun-temurun. Dan keluarga penguasanya dimakamkan di situ, lalu dimuliakan sedemikian rupa supaya nama baiknya tetap terjaga. Jadi penasaran kepingin lihat makamnya ya, Mbak. Apakah makamnya dihias-hias gitu, atau cuma ditaruh di tengah kompleks seperti biasa?

    ReplyDelete
  9. Waktu belum nikah, gak berani ke penyengat, karena denger mitos2 yang berkembang tentang penyengat. Setelah nikah, baru deh kesini ama ibu2 taklim.

    ReplyDelete
  10. Wah serunya berpetualang ke pulau penyengat, aku suka ke bukit kursi pemandangan indah

    ReplyDelete
  11. Masuk bucket list traveling 2019, yeayyyy!!
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    ReplyDelete
  12. Yuhuuuu belum sempat pakai baju Melayu yang ada di istana di Penyengat... pengin ah kalau ke sana lagi... hehehe.. Semoga menang ya Kak...

    ReplyDelete
  13. Waaah.. masih asri banget ya Mbak.. seru kayaknya escape kesana, hehe..

    ReplyDelete
  14. Kereennn ya, akuh pernah ke Riau...tapi gak kesini :D

    ReplyDelete
  15. wooow, maharnya pulaau.. tapi bagi sultan mah ya bukan suatu hal yang mahal sih ya hehe..

    -Traveler Paruh Waktu

    ReplyDelete
  16. Tulisan yang menarik, Mbak. Penyengat memang pulau yang kaya dengan tradisi Melayu asli. Sayangnya sepertinya belum maksimal dijual ke level wisata nasional. Biasanya di hari Jumat kunjungan wisatawan ke Pulau Penyengat akan lebih meningkat dari hari-hari biasanya. Suasananya jadi lebih beda hehe.

    ReplyDelete
  17. Pengen balik lagi ke pulau yang sarat dengan peninggalan sejarah ini. Minggu lalu baru sempat mengunjungi beberapa aja dan berbaju adat di Balai Adat Melayu. Seharian mungkin baru puas ya Di. Bisa puas berkeliling naik becak

    ReplyDelete