Dua Hari Penuh Cerita di Saumlaki

Sunday, November 04, 2018


The world is filled with kind people. If you can't find one, be one - anonymous

Rabu siang (10/10/2018) itu saya, Ale, dan Diah duduk manis di antara calon-calon penumpang yang memadati ruang tunggu Bandara Internasional Pattimura, Ambon. Kami baru saja tiba dari kota tempat tinggal masing-masing. Saya dari Surabaya sementara Ale dan Diah dari Jakarta. Dan di Bandara Pattimura ini, kami bertiga sedang menunggu penerbangan selanjutnya menuju Saumlaki, ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Kami dipertemukan oleh sebuah takdir bernama RuBI (Ruang Berbagi Ilmu). Bersama lima orang lainnya, yang baru akan bergabung besok, kami akan berangkat menuju Tepa, sebuah desa di Pulau Babar, Maluku Barat Daya. Saya pribadi excited banget dengan perjalanan ini. Perasaan excited yang sudah meletup-letup gak karuan sejak saya menerima email yang menyatakan saya lolos menjadi relawan dokumentator RuBI 2018 dengan penempatan di Maluku Barat Daya.

Setelah 'terbang' selama sekitar 1 jam 30 menit dengan pesawat jenis ATR 42-300 milik maskapai Wings Air, akhirnya kami sampai di Bandara Mathilda Batlayeri, Saumlaki. Waktu setempat menunjukkan pukul 15.05 WIT. Meski terlihat ada segumpal awan hitam di langit, tapi udara Saumlaki siang itu terasa panas. Selamat datang di Bumi Duan Lolat.

Bandara Mathilda Batlayeri, Bandara Saumlaki
 Bandara Mathilda Batlayeri, Saumlaki

Pesawat ATR 42-300 yang kami naiki

Saya, Ale, dan Diah sampai di Saumlaki

Dari Bandara Mencari Penginapan

Suasana di Bandara Mathilda Batlayeri tak berbeda dengan suasana bandara di kota-kota lain. Di pintu keluar bandara, supir-supir taxi dan mobil sewaan mulai berebut menawarkan jasanya. Harga sewa mobil jenis Avanza dari bandara adalah Rp 200.000. Setelah mendapat mobil, kami pun minta diantar ke penginapan. Penginapan mana? Entah, kami juga belum tau. Hahaha dodol banget kan? Kami sudah sampai di Saumlaki, dan belum tau mau menginap dimana 😁😁

Naik mobil sewaan mau nyari penginapan

Jadi gini, penginapan di Saumlaki itu tidak terdaftar di OTA manapun juga. Kami sudah mencari lewat Google, dan menemukan beberapa nama penginapan. Semua mencantumkan nomor telepon, tapi sewaktu dihubungi, gak satu pun yang menjawab. Jadi kami memutuskan untuk langsung aja nyamperin ke penginapannya. Penginapan yang mana aja, yang penting murah, hahaha.. Ini baru hari pertama gaes, dan perjalanan kami masih akan sangat panjang. Jadi sebisa mungkin kami ngirit.

Penginapan pertama yang kami samperin adalah Hotel Galaxy. Tapi kami gak jadi menginap di sana setelah tau ratenya Rp 350 ribu/malam. Kami minta diantar saja ke Penginapan Kharisma. Menurut informasi dari seorang teman di grup RuBI, ratenya cuma Rp 190 ribu/malam. Selain itu, lokasinya juga cukup dekat dengan pelabuhan.

Ada kejadian menarik sewaktu kami keluar dari Hotel Galaxy. Kami melihat beberapa orang polisi nyamperin sekelompok anak-anak sekolah yang nongkrong di pinggir jalan. Kami pikir lagi ada tawuran antar sekolah. Tapi kata bang Hengky, driver kami, polisi-polisi itu nyamperin anak-anak sekolah yang bajunya dikeluarkan. Jadi katanya, di Saumlaki ini anak-anak sekolah bajunya harus rapi dimasukkan ke dalam celana atau rok. Kalo ketahuan bajunya dikeluarkan, bakal disamperin langsung ama polisi, ya seperti yang kami lihat barusan itu. Keren euy, sampai polisi langsung yang turun tangan...

Sebelum ke penginapan, kami minta diantar dulu ke pelabuhan karena dua orang dari rombongan kami belum mempunyai tiket untuk berangkat ke Pulau Babar. Rupanya pemesanan lewat online dibatasi. Jadi cara terbaik ya memang beli langsung di loket pelabuhan. Tapi sayangnya, sewaktu kami sampai di pelabuhan, loketnya sudah tutup. Kami memutuskan putar haluan saja mencari warung. Laper cuy!

Tak jauh dari pelabuhan, ada banyak warung nasi. Kebanyakan adalah warung jawa. Jadi serasa di kampung sendiri ya, hehehe.. Kami pun singgah di salah satunya. Warung Nasi Mbak Tutik namanya. Pilihan menunya cukup banyak. Dan harganya pun standard. Saya memesan seporsi nasi ayam dan segelas es teh jumbo. Saumlaki panas cuy! Bawaannya jadi haus mulu..

Nasi ayam pesanan saya itu bukan nasi ayam hainan atau nasi ayam penyet. Tapi nasi campur dengan lauk ayam bumbu. Seporsi itu ada nasi, bihun, ayam bumbu, sayur pepaya, dan kuah yang rasanya sepintas mirip-mirip semur. Porsi nasinya banyak banget. Tapi berhubung lagi laper, jadi ya habis juga. Hahaha... 😃😃

Warung Mbak Tutik

Nasi Ayam

Penginapan Kharisma Saumlaki

Akhirnya kami sampai juga di Penginapan Kharisma, yang beralamat di Jalan Mathilda Batlayeri No 14, Saumlaki. Sebenernya jaraknya dekat aja dari pelabuhan, tapi karena rata-rata jalanan di Saumlaki ini satu arah, jadinya ya gitu deh.. Kudu muter-muter. Untungnya, masih ada kamar kosong di Penginapan Kharisma. Saya dan Diah mengambil kamar dengan kamar mandi dalam yang harganya Rp 185 ribu/malam. Sementara Ale mengambil kamar dengan kamar mandi luar yang harganya Rp 165 ribu/malam.


Kamar yang saya tempati bersama Diah

Bang Hengky, supir Avanza yang kami sewa menunggu dan memastikan sampai kami bertiga dapat kamar, baru beliau pergi. Kalau belum dapat kamar di Penginapan Kharisma, beliau bersedia mengantar kami ke penginapan lain. Baru sampai, kami sudah ketemu orang baik.

Keluar masuk penginapan demi mencari kamar yang sesuai budget begini ngingetin saya ke jaman-jaman sebelum ada yang namanya OTA (Online Travel Agent) deh.. Cukup rempong juga sih. Untungnya penginapan kedua yang kami samperin langsung cocok.

Penginapannya biasa saja. Terdiri dari 3 lantai dan tanpa lift. Jadi kami harus naik tangga manual sampai ke lantai tiga, tempat kamar kami berada. Bagi kami bukan masalah. Mumpung kaki dan pinggang masih setrong buat naik turun tangga sambil gendong carrier belasan kilo ke lantai tiga. *grin.. 😁

Dari awal, kami memang tak memasang ekspektasi berlebih pada penginapan ini. Tapi kamar yang saya dan Diah tempati, rasanya sudah cukup lumayan. Masalahnya cuma AC-nya sama sekali gak dingin. Hal ini sudah disampaikan sejak awal oleh ibu yang menjaga di bagian resepsionis. Tapi ya mau gimana lagi, karena memang cuma ini kamar yang tersisa untuk malam ini. Menurut si ibu, kalau kami mau pindah ke kamar yang AC-nya lebih dingin, baru bisa besok setelah tamu-tamu lainnya check-out. Rencananya kami memang akan menginap dua malam di situ. Dan besok teman-teman kami yang lain juga akan menginap di situ juga.

Pemandangan senja dari teras belakang lantai 3 Penginapan Kharisma

Bisa dibilang, lokasi penginapan ini cukup strategis. Selain dekat dengan pelabuhan, juga dekat pasar dan SATOS (Saumlaki Town Square), satu-satunya pusat perbelanjaan yang ada di Saumlaki. SATOS ini bukanya cuma sampai jam 6 sore.  Jadi jangan dibayangin seperti mall yang ada di kota-kota besar yang buka sampai malam dan sering jadi tempat nongkrong sambil ngopi-ngopi ya.

Kalau mau cari makan, atau mau belanja keperluan sehari-hari juga gak susah. Di sekitar penginapan banyak warung dan toko kelontong. Tapi kebanyakan jam 9 malam sudah pada tutup. Meski ada juga beberapa yang masih buka sampai jam 10 malam.

SATOS (Saumlaki Town Square)

Kami sempat jalan-jalan di sekitar penginapan, menikmati senja pertama di Saumlaki. Warna jingganya cakep banget. Sehabis makan malam, kami juga iseng jalan-jalan di sekitar penginapan. Sekadar menikmati suasana malam di Saumlaki. Selebihnya, saya dan Diah memilih berada di dalam kamar. Menikmati sajian lagu-lagu Ambon yang diputar secara nonstop oleh stasiun TV lokal. Gara-gara itu, kami jadi ngefans lagu-lagu Ambon. Dan dalam sekejap, playlist di HP penuh dengan lagu-lagu Ambon, seperti Move On, Cinta Beda Agama, dll.

Senja pertama di Saumlaki. Warnanya asli kayak gitu, gak pake diedit

Menikmati Pasar di Saumlaki

Belum 24 jam di Saumlaki, tapi kami sudah sepakat untuk menyimpulkan bahwa penduduk Saumlaki ramah-ramah dan murah senyum. Sewaktu besoknya kami mengisi waktu dengan jalan-jalan di pasar, semakin terlihat bahwa keramahan penduduk Saumlaki adalah tulus tanpa dibuat-buat. Saya menikmati setiap sapaan dan senyuman yang tersungging pada setiap wajah yang berpapasan dengan kami. Bahkan waktu Ale dengan bawelnya tanya ini dan itu tanpa membeli, mereka tetap senyum dan meladeni dengan ramah.

Ale cuma tanya-tanya, gak niat beli

 Abang-abang nelayan di pasar ikan

Kami melewati deretan penjual ikan sambil mupeng gak karuan ngeliat ikannya seger-seger dan bakarable banget! Sayur dan buah-buahan juga terlihat segar. Tapi di sana harga sayur dan buah lebih mahal dibanding harga ikan. Kami sampai takjub waktu ngeliat satu buah semangka harganya seratus ribu. Penjualnya dengan ramah menjelaskan tentang proses budidaya semangkanya, meskipun beliau tau kami tidak berniat untuk membeli semangkanya.

 Ibu itu lagi ngebersihin ikan




 Ikannya seger-seger

Semangka 100 ribu

Ini daging bia garu (kima), sejenis kerang besar 

Dari pasar, kami terus jalan kaki ke pelabuhan. Tidak jauh. Kalau dihitung-hitung, dari Penginapan Kharisma ke pelabuhan cuma perlu waktu sekitar 10 menit berjalan kaki santai. Tapi kalau jalannya sambil berhenti di setiap kios dan ngobrol dengan setiap pedagang seperti yang kami lakukan pagi itu sih, sepertinya perlu waktu lebih dari 60 menit, hehehe..

Pindah Tempat Menginap, Gratis!

"Aku dan Teman-Temanku Menginap di Rumah Teman Suami dari Teman Baruku." Hahaha udah pantes jadi judul sinetron kayak yang di tipi-tipi itu belum sih? Jadi ceritanya, siang itu kami tidak jadi pindah ke kamar yang AC-nya lebih dingin di Penginapan Kharisma. Teman-teman kami yang lain sudah sampai di Saumlaki. Dan Atika mendapat tumpangan menginap di rumah teman suaminya. Kami bertiga diajak gabung sekalian. Pastinya gak nolak.

Dan untungnya kami baru bayar untuk satu malam di Penginapan Kharisma. Jadi siang itu, kami langsung check-out dan naik angkot ke Sifnana lorong 3. Ternyata tempatnya gak terlalu jauh, dan ongkos angkotnya cuma Rp 3000/orang.

Artis Cirebon turun di Sifnana lorong 3 tapi bingung mau kemana, hahaha..

Akhirnya kami ber-8 ngumpul di rumah mas Novan. Dok. Choty

Akhirnya 8 orang tim #RuBIMBD berkumpul dengan formasi lengkap di Saumlaki. Di rumah mas Novan, teman suaminya Atika, yang ikhlas merelakan rumah dinasnya kami acak-acak. Bukan cuma itu, mas Novan bahkan mempersilakan kami menghabiskan persediaan teh kotak dan air mineralnya. Trus sorenya ngajak kami jalan-jalan ke Pantai Weluan. Makasih banget, mas Novan. Biar Tuhan yang membalas kebaikan mas Novan ya...

Kami bareng mas Novan (yang pake kaos Ambon Inside) Dok. Choty

Tim Narsum di Pantai Weluan

Tim Dokumentator di Pantai Weluan

Pura-puranya candid. Foto by: Adhi

Teman Seperjalanan yang Luar Biasa

Malamnya di rumah mas Novan, teman-teman relawan narasumber (kak Adhi, kak Indra, kak Wiwit, dan Ale) mempersiapkan materi untuk di kelas nanti. Apalagi setelah dapat kabar bahwa jumlah peserta nanti ada sekitar 400 orang. Whaaat?! 400 peserta, dengan narsum yang hanya 4 orang? Tapi dengan sigap, teman-teman narsum langsung bagi tugas, ubah formasi kelas, susun ulang rencana, dsb.

Diskusi dan belajar bareng di rumah mas Novan

Ngeliat mereka diskusi tentang materi belajar gitu, bikin saya jadi ikutan belajar juga. Seneng banget bisa kumpul ama orang-orang hebat seperti mereka.

Kami ber-8 ini, baruuu aja ketemu. Masih suka pada kebalik-balik antara Dian dan Diah, juga antara Adhi, Indra, dan Iqbal. Nah loh, siapa Iqbal?? Entahlah, cuma Tuhan dan bu Wiwit yang tau siapa itu Iqbal. Dan kenapa tiba-tiba namanya sering muncul di antara kami, hahaha.. 😃😃😃

Tapi biarpun gitu, rasanya kami udah kenal lama. Padahal selama sebulanan ini komunikasi cuma lewat WA grup. Itu pun kayaknya cuma Ale yang sering muncul hahaha.. Tapi pas ketemuan begini, pada langsung akrab. Sifat aslinya langsung pada keluar. Gak perlu waktu lama untuk kami agar bisa seirama (baca: gila bersama).

Saking gilanya, sampe pada kurang kerjaan. Tengah hari bolong jalan kaki keliling kampung, trus foto-foto ama jemuran orang. Hahaha.. Etapi jemuran di sana tuh epic banget sih. Tanpa hanger dan jepitan. Cuma mengandalkan kekuatan lilitan dan tentu saja kelihaian khusus. Kearifan lokal yang harus terus dilestarikan nih.

Jemuran warga yang bikin kami terkagum-kagum

Kapan lagi jadiin jemuran orang sebagai background foto, hahaha...

Rasanya adaaa aja yang jadi bahan obrolan menarik. Belum lagi kelakuan Ale, yang dimana-mana ngaku artis. Sampe jadi bahan bisik-bisik ibu-ibu yang lagi ngumpul, "itu beneran artis?" Huahahahaha... 😆😆😆

Tapi beneran deh, punya teman seperjalanan yang asyik seperti ini adalah anugerah tak ternilai. Perjalanan seberat apapun, jadi terasa ringan. Saya percaya, tidak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan di dunia ini. Begitu pun dengan disatukannya kami dalam perjalanan kali ini.

Di sini Ale ngaku-ngaku artis, dan bikin ibu-ibu di rumah sebelah bisik-bisik, hahaha.. Dok. Adhi

Cerita tentang teman-teman seperjalan ini nanti saya posting terpisah aja ya.. Soalnya bakal panjang banget kalo diceritain di sini.

You Might Also Like

21 komentar

  1. Duh mba satu ini jalan2nya keren banget, explore sampai ke tempat2 pelosok gini loh hehe. Itu nasi ayamnya menggoda banget sih sambalnya kayak sambal nasi lemak hehe. Dan itu jemuran jadi spot poto koq keren juga ya hahaha, warna warni soalnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nasi ayamnya enak, Sad.. porsinya juga banyak, hehehe... dan itu jemuran emang eye catching banget yaaa

      Delete
  2. Kakkk ku boleh dengki ga sihhh, Seru banget dong huhuu pengen jugaaaa. Yang jemuran itu epik yah, Tapi estetik juga wkkw. Semoga dengkiku bisa buat kumenyusul ke sana yaaa. Keren kak! :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Next time kalo ada recruitment daftar lagi ya, Mel.. Serius, bikin nagih

      Delete
  3. Seru banget kak... Pasti Dua hari itu bukan hanya penuh cerita, tapi plus ilmu baru deh.

    Itu jemuran sengaja dibuat begitu atau emang kebetulan kak?

    Gagal fokus juga dengan Kima yang sejenis kerang besar itu. Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di sana semua rata-rata jemurannya seperti itu. Yang aku lihat sih di Saumlaki, di Babar, di Banda, semua cara njemurnya seperti itu.. unik ya?

      Delete
  4. Asyik banget perjalanannya mba diannn. Aku ikut happy. Dan merasakan petualangannya termasuk foto dijemuran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbak.. Hehehe foto di jemuran itu emang warbiyasak banget sih :D

      Delete
  5. Blusukanya kereeen... Suka deh. Seperti ikut halan2

    ReplyDelete
  6. Aku pengennn mbak.... Hihi. Senjanya indah banget...

    ReplyDelete
  7. Hwaaa asyik banget mba dee
    duh klu saya liat ikan ikan seger tuh langsung beli trus masak hahaha

    Berasa banget ya indonesia itu indah; kaya dan ramah saat kita makin jauh dan banyak berjalan

    Duh pengin ikutan juga komunitasnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kemaren pengennya jugabeli ikannya, uni.. Tapi gak memungkinkan. Jadi cuma kudu puas ngeliat2 aja.. Next time ikut aja uni :)

      Delete
  8. Khas Indonesia Timur banget ya, jualan ikannya ditaruh langsung di meja gitu.

    ReplyDelete
  9. Pengalamannya seru banget, mbak! Aku juga sebetulnya minat sama prakarsa RUBI ini, tapi terkendala pekerjaan kantor.
    Mungkin SATOS itu lebih tepat disebut ruko atau pasar modern gitu, ya.

    Penginapan Kharisma walaupun sederhana dan AC nggak dingin tapi tetap terkesan rapi, bersih, dan nyaman mbak.
    Jadi penasaran ke Saumlaki nih, ingin merasakan sendiri keramahan warganya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Gie, dulu waktu masih kerja aku pun cuma bisa ngiri ngeliat temen-temen ikutan kegiatan seperti ini. Alhamdulillah bisa ngerasain langsung. Semoga next time bisa kesampaian ke Saumlaki ya, biar ngerasain langsung keramahan masyarakat sana...

      Delete
  10. Haduuuhhh... teman-teman blogger pada cerita jalan-jalan melulu, bikin mupeng aja nih,, apalagi di Maluku, jadi gemes nih kak pengen maen ke sana,,,

    ReplyDelete
  11. Saumlaki, berarti penduduknya lebih banyak laki-lakinya?

    ReplyDelete