Jejak Lampau Sembalun di Desa Beleq

Saturday, January 16, 2016

desa beleq

Saya jatuh cinta pada Sembalun. Pada petak-petak sawahnya yang menghampar bagaikan permadani. Pada Rinjani yang menancapkan sebelah kaki di tanahnya. Pada suasananya yang damai. Pada cita rasa kulinernya yang masih tersembunyi. Pun pada dinginnya yang rapat memeluk tubuh.  

Selama ini nama Sembalun lebih dikenal sebagi salah satu pintu masuk untuk mendaki Gunung Rinjani. Sebagai salah satu desa tertua di Lombok, Sembalun tentu memiliki sejarah yang menarik. Nama Sembalun sendiri berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu Sembah dan ulun. Ya, dulunya desa ini memang bernama Sembahulun. Sembah seperti kita ketahui bermakna menyembah, sementara ulun berasal dari kata ulu yang artinya kepala, atasan, atau pemimpin. Jadi Sembahulun memiliki makna bahwa masyarakatnya berkewajiban untuk menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta. 

desa beleq
 Desa Beleq

Pada akhir abad ke-14, ketika Gunung Rinjani meletus, para penduduknya pergi meninggalkan desa untuk menghindari aliran lava panas. Setelah sekian lama, akhirnya hanya 7 pasangan yang kembali ke tempat semula. Mereka berusaha membangun kembali desa yang dulu mereka tinggalkan dengan segala keterbatasan. Desa itu disebut Desa Beleq yang artinya desa besar atau desa induk. 

Mereka sempat pindah meninggalkan Desa Beleq untuk mencari penghidupan di tempat lain. Meski pada akhirnya mereka kembali lagi dan kemudian membangun tujuh buah rumah di Desa Beleq. Ketujuh rumah tersebut dibangun menghadap ke arah utara. Dan sebuah rumah lagi yang dibangun menghadap ke timur. Rumah ini dikenal dengan nama bale malang. Sesuai kesepakan mereka, jumlah rumah di desa ini tidak boleh ditambah maupun dikurangi.
***
Setelah menikmati kuliner khas Sembalun di rumah Riyal, kami, para peserta Travel Writer Gathering 2015 diajak ke Desa Beleq. Sebuah desa adat yang diyakini sebagai cikal bakal Sembalun. Saya merasa excited. Saya pernah membaca sekilas tentang desa ini dalam buku Travelicious Lombok yang ditulis oleh Lalu Abdul Fatah.  

desa beleq, hutan bambu, desa adat, sembalun, arashimaya
Bambu-bambu ini mengingatkan saya pada Hutan Bambu Sagano di Arashimaya, Kyoto.

Kami disambut pohon-pohon bambu yang tumbuh rindang hingga membentuk kanopi alam nan cantik. Sebuah tembok batu setinggi kurang lebih satu meter berdiri kokoh menjadi pagar yang mengelilingi rumah-rumah adat di Desa Beleq. Seolah sengaja memisahkannya dengan dunia luar. 

"Kok sepi ya?" Saya tak melihat seorang pun di desa adat yang ada di balik tembok batu itu.

"Rumah-rumah adat ini memang kosong, mbak.. Penduduknya tinggal di luar situ" Pak Hadi menjelaskan seraya menunjuk rumah-rumah warga yang ada di luar pagar tembok.

"Yang ini kok nggak ada atapnya?" Saya menunjuk rumah adat yang paling ujung. Atapnya terbuka, hanya terlihat bambu-bambu yang menjadi rangka atapnya. 

"Itu atapnya mau diganti, mbak. Rumah-rumah ini meski tak dihuni tapi tetap dirawat dan dijaga dengan baik." Pak Hadi menjelaskan lagi. 

desa beleq, sembalun, desa adat
 Rumah adat yang atapnya mau diganti

Kami mendaki bukit kecil yang berada persis di samping desa adat. Dari puncaknya terlihat hamparan petak sawah yang dikelilingi pegunungan. Cantik! Dari puncak bukit ini juga terlihat jelas apa yang ada di balik tembok batu yang memagari Desa Beleq. Ada 7 buah rumah adat, 2 buah lumbung, dan satu buah rumah lagi yang disebut sebagai bale malang. Hanya itu. Desa adat di bawah sana benar-benar terlihat sepi.

desa beleq, sembalun, sawah sembalun, sawah
 Pemandangan dari atas bukit di belakang Desa Beleq

Foto bareng di atas bukit. Foto by: Yusuf

desa beleq, sembalun, desa adat
 Desa Beleq dilihat dari puncak bukit

Puas menikmati panorama dari atas bukit, kami pun turun untuk melihat rumah adat lebih dekat. Sebuah gapura kayu bertuliskan Selamat Datang di Rumah Adat Desa Blek, Sembalun Lawang - Lombok - NTB - Indonesia, dibiarkan terbuka. Seolah memang dipersiapkan untuk menyambut tamu yang datang berkunjung. 

desa beleq, gapura desa beleq, sembalun, gapura, desa adat
 Gapura Desa Beleq

Ketujuh rumah adat yang ada di Desa Beleq ini memiliki kesamaan baik bentuk, ukuran, maupun bahan pembuatnya. Ketujuh rumah adat yang menghadap utara-selatan itu memiliki filosofi sebagai pengingat, bahwa ke arah itulah umat muslim yang meninggal akan dibaringkan di liang lahat. 

desa beleq
 Rumah adat di Desa Beleq

Pintu masuk ke rumah yang sengaja dibuat rendah juga mengandung filosofi bahwa tamu harus menunduk kalau masuk ke dalam rumah untuk menghormati sang tuan rumah. Bagian dalam rumah hanya terdiri dari dua buah ruangan, yaitu ruang utama dan kamar untuk anak perempuan yang telah beranjak remaja. 

desa beleq
 Tampak depan rumah di Desa Beleq

desa beleq
Bagian dalam rumah

Menurut Riyal, yang hari itu juga menemani kami melihat-lihat Desa Beleq, muda-mudi Sembalun juga mengenal yang namanya ngapel. Tapi ngapelnya mereka berbeda dengan ngapel ala anak muda sekarang. Acara ngapel ala muda mudi Sembalun istilahnya midang bejujuq. Caranya, si pemuda dari luar rumah memasukkan lidi lewat celah-celah dinding bambu. Apabila lidi tersebut ditarik oleh si gadis, itu artinya kedatangan si pemuda diterima. Dan sebaliknya, kalau lidinya didorong, itu artinya si gadis menolak kedatangan si pemuda. 

"Kalau yang narik lidi ibu atau bapaknya si gadis bagaimana?" tanya saya iseng pada Riyal.
"Hahahaha.. ya gak mungkinlah, kan mereka udah janjian dulu..." jawab Riyal gak kalah iseng. 

Model tidak sedang memperagakan midang bejujuq :p

Siang itu, dua orang bapak sedang merangkai ilalang untuk dijadikan atap rumah. Rupanya untuk mengganti atap dari rumah adat yang ada di paling ujung. Proses merangkai ilalang yang dilakukan bapak-bapak itu menjadi tontonan menarik bagi kami.   

desa beleq, merangkai ilalang, atap rumah adat, rumah adat
 Merangkai ilalang untuk atap rumah

Selain tujuh buah rumah adat yang bentuknya serupa, di kedua ujung timur dan barat terdapat dua buah bangunan lain yang ukurannya lebih kecil dengan empat buah tiang tinggi sebagai penyangganya. Itu adalah lumbung. Sebuah tangga kayu terpasang untuk memudahkan orang naik dan masuk ke dalam lumbung. Di bagian bawah lumbung terdapat tempat yang memang disediakan untuk duduk-duduk. 

 Lumbung padi

Sebelum meninggalkan Desa Beleq, kami sempatkan melongok bale malang yang letaknya memang dekat dengan gapura Desa Beleq. Bentuknya sama dengan rumah adat yang lain, yang berbeda hanyalah bale malang ini menghadap ke arah timur. Kondisi atapnya seperti menunggu giliran untuk diganti dengan rangkaian ilalang baru yang lebih segar. Tanaman cabe tumbuh subur di halaman bale malang. Siang itu, kami pun tak bertemu dengan penduduk yang tengah berdiskusi ataupun tengah beribadah di bale malang. Apakah bangunan ini telah kehilangan fungsi utamanya sebagai tempat rapat atau beribadah bagi warganya? 

 Bale malang

Sebagai desa yang menjadi cikal bakal Sembalun, sebuah desa yang namanya cukup terkenal di kalangan penggiat traveling, Desa Beleq ini seolah telah kehilangan ruh-nya. Padahal saya berharap banget bisa melihat kehidupan dan aktivitas sehari-hari warga di desa adat ini. 

Ya, mungkin saya terlalu banyak berharap. Tapi setidaknya, saya ingin melihat kehidupan suatu desa sebagaimana mestinya, bukan hanya jejak peninggalan leluhur seperti yang terlihat sekarang. 

desa beleq, twgathering, tw gathering 2015, lombok, sembalun, travel blogger, travel writer
Peserta TW Gathering 2015 di Desa Beleq

You Might Also Like

27 komentar

  1. wah ... travel writer gathering?

    dari blogger kepri juga ya bu dian?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pesertanya dari berbagai kota di Indonesia kok, pak... Yang dari Kepri cuman saya...

      Delete
  2. filosofi pintu masuk rumahnya bagus ya mbak..lumbung pasinya unik,kapan hari juga lihat yang model serupa di acara sibolang..*acra anak2 banget hahaha*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi... kalo pas di rumah aku juga suka nonton acara si Bolang kok mbak... :) Iya, filosofinya bagus ya...

      Delete
  3. Aku mau ke sanaaaa... ternyata ini dia desa tempat hamparan sawah berpetak-petak itu berada. Cakep banget ya mbak Dee dan masih alami sekali.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Yayan.. hamparan sawahnya itu cakep bangeeeeet.... beneran kayak karpet deh

      Delete
  4. Lengkap banget nulisnya. Hahaha. Kayaknya yang udah nulis banyak kita berdua deh mbak. Bentar lagi aku mau uplod tulisan ke-9. Seneng sekali akhirnya punya foto bareng mbak Dian di sini. Btw, wetu telunya gak dibahas? #eh :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow.. dirimu udah mau 9 tulisan aja.. Aku baru mau 7 kok... :D
      Errr.. yang tentang wetu telu ntar buat kirim ke media aja deh #eh..

      Delete
  5. wah ini bikin mupeng, bagus banget. Sederhana tapi indah. Salam kenal mba dian

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak.. tempatnya bagus banget.. makanya saya jatuh cinta :)
      Salam kenal juga mbak.. makasih udah singgah :)

      Delete
  6. selalu dirawat ... tapi koq tidak ditinggali ya ..
    kalau kata orang jawa .. rumah kosong nanti ada "penunggunya" lho ... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sayang aja rumah-rumah adatnya dibiarkan kosong begitu...

      Delete
    2. Pemerintah desa,penggiat wisata dan masyarakat akan bekerja sama dalam pengelolaan desa bleq Insya Allah tahun ini rumah adat desa bleq akan di huni oleh masyarakat sembalun sehingga akan ada aktifitas disana seperti tenun,kuliner khas sembalun,musik tradisional dll,jika mau kawan2 juga bisa menginap di salah satu rumah adat desa bleq sehingga dapat merasakan langsung suasana dan aktifitas masyarakat sembalun...

      Delete
    3. Waah.. Saya seneng mendengarnya. Terima kasih informasinya. Semoga nanti kalau saya berkunjung lagi ke Desa Beleq ada kesempatan untuk menginap di salah satu rumahnya :)

      Delete
  7. Kata Ulun itu apa bukan dari kata Pukulun ya? biasanya dipake buat kata ganti dewa di pewayangan jawa, hihihi mbuh ding, jadi kapan kita main lidi2an mbak #eh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo bahasa Banjar ulun itu artinya saya, Yo.. :D
      Oooh jadi ngajak main lidi-lidian? Lidinya mau didorong atau ditarik nih? hehehehe

      Delete
  8. keren banget tuh sawahnay dan bambunya , indonesia memang indah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya.. makin dijelajahi makin cinta ama Indonesia :)

      Delete
  9. Cantik banget desanya.. pemandangan dari atas bukitnumya itu manteb banget..kereen

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak.. kalo berdiri di atas bukit itu viewnya luar biasa.. nengok kanan ngeliat hamparan sawah petak-petak dikelilingi gunung, nengok kiri ngeliat rumah-rumah adat... sukaaa!

      Delete
  10. lombok bagian mana yang masih belom dijelajahi, yan?

    ReplyDelete
  11. Dulu saya hanya sempat merasakan Sembalun sebagai pintu masuk menuju Gunung Rinjani. Tak sempat menjelajahi sekitarnya, yang ternyata memiiki banyak cerita. Sekarang, lewat tulisan ini, jadi tahu beberapa hal lain tentang Sembalun. Foto-fotonya bagus! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Qy.. Dulu aku juga taunya Sembalun cuma pintu masuk ke Rinjani.. Ternyata banyak tempat menarik di sini...

      Delete
  12. Uhhhh, belum kesampaian ke Lombok lagi. Mupeng liat foto2nya, Mbak Dee An.

    ReplyDelete