Kapur Tulis untuk Emplawas

Friday, December 01, 2023


Sewaktu lagi ngerapiin file-file foto yang berserakan di HP, aku nemu foto-foto perjalanan ke Emplawas beberapa waktu lalu. Jadi inget ucapan seorang guru di sana, “Maluku masih Indonesia e.. Memang jauh, tapi perlu juga dilihat.” Sebuah ucapan yang lebih tepat kalau disebut sebagai sebuah pesan untuk generasi muda.

Maluku Barat Daya, dengan segala keterbatasan aksesnya, memang masih menjadi bagian dari Indonesia. Karena itu, sudah sepantasnya kalau mereka di sini juga merasakan kemajuan pendidikan yang sama seperti yang dirasakan masyarakat di kota besar.

Btw, pernah dengar nama Emplawas? Emplawas adalah nama sebuah desa kecil di ujung selatan Pulau Babar, Maluku Barat Daya. Emplawas masih satu daratan dengan Tepa, tempat kami melaksanakan kegiatan RuBI (Ruang Berbagi Ilmu) pada akhir tahun 2018 lalu. Tapi karena akses jalan darat dari Tepa belum sampai ke Emplawas, jadi kami harus naik speedboat.


Sebelum berangkat ke Maluku Barat Daya (MBD), kami sering ngobrol dengan para Pengajar Muda yang ditempatkan di MBD. Dan Falah, Pengajar Muda yang ditempatkan di Emplawas sering bercerita tentang suka dukanya mengajar di satu-satunya sekolah yang ada di sana. Aku dan Choty langsung tertarik. Kami berdua pun memutuskan untuk tinggal lebih lama di MBD, supaya bisa melihat langsung seperti apa Desa Emplawas.

SD Emplawas tempat Falah mengajar itu merupakan satu-satunya sekolah yang ada di sana. Sekolah yang sudah berusia lebih dari 20 tahun itu hanya memiliki 52 orang murid dan 4 orang guru termasuk Falah.

"Kalau tidak merepotkan kakak, kami hanya minta tolong dibawakan kapur tulis!"

Itu jawaban Falah sewaktu aku dan Choty menanyakan lewat telepon, kira-kira apa yang bisa kami bantu untuk anak-anak dan sekolah di sana? Mendengar jawaban Falah yang hanya meminta dibawakan kapur tulis kami cuma bengong.

Dan ternyata, mencari kapur tulis di era digital kayak sekarang ini cukup sulit. Setelah berhari-hari keliling mencari kapur tulis, alhamdulillah kami dapat juga. Itu pun jumlahnya tak banyak. Hingga akhirnya berkotak-kotak kapur tulis itu ikut menemani perjalanan panjang kami naik pesawat dari Jakarta ke Saumlaki dan sempat transit sehari semalam di Ambon. Lalu lanjut naik kapal laut selama 15 jam dari Saumlaki ke Tepa. Kemudian naik speedboat selama kurang lebih 2 jam dari Tepa ke Emplawas.

Kebayang gak, bawa barang berkardus-kardus berisi kapur tulis dan buku cerita anak melewati perjalanan jauh dengan moda transportasi yang berganti-ganti seperti itu? Kardus-kardus yang bahkan kami jaga melebihi barang-barang bawaan kami sendiri.


Kami sampai di Emplawas ketika air laut sedang surut sehingga speedboat tidak bisa merapat ke daratan. Jadi kami terpaksa basah sampai ke pinggang. Melihat itu, anak-anak yang sedang bermain di tepi pantai langsung berlarian menolong kami. Tanpa diminta, mereka langsung memanggul tas dan kardus-kardus yang kami bawa supaya gak ikutan basah. Sungguh, ini sebuah sambutan selamat datang yang manis banget!


Kami berkumpul di SD Emplawas. Setelah melihat langsung kondisi sekolahnya, dan merasakan langsung bagaimana perjuangan untuk sampai di sini, kami pun paham mengapa mereka hanya minta dibawakan kapur tulis. Karena yang mereka punya saat ini hanya papan tulis hitam, yang sebagian sudah tidak utuh lagi bentuknya.

Ini papan tulis di salah satu kelas di SD Emplawas

“Pernah ada yang mau menyumbang white board untuk kami. Tapi jadinya malah bingung bagaimana cara membawanya sampai ke sini," cerita Falah.

"Itulah kenapa, kami hanya minta dibawakan kapur tulis.."

***

How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard. Itu yang kami rasakan sewaktu akan meninggalkan Emplawas. Sungguh, desa kecil ini telah menawan hati kami.

Sewaktu kami mau pulang, anak-anak juga bapak ibu guru mengantarkan kami sampai ke pantai. Mereka sigap memanggul tas-tas kami agar tidak basah dan membawanya sampai ke speedboat. Beberapa anak lelaki bahkan sampai berenang mengikuti kami, seolah juga berat melepas kami pergi. 


Iya benar, Emplawas masih bagian dari Indonesia. Memang jauh, tapi sesekali perlu juga dilihat. Agar kita semua tau, bahwa masih banyak hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka. 

You Might Also Like

0 komentar