Menikmati Kabut di Watu Payung Turunan

Saturday, April 15, 2023


Hujan yang semula hanya rintik-rintik menjadi semakin deras sewaktu kami sampai di Watu Payung. Sebuah destinasi wisata yang berada di kawasan Gunung Kidul. Tepatnya Dusun Turunan, Desa Girisuko, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. 

Kalau dilihat sekilas, konsep yang ditawarkan Watu Payung ini tak beda dengan destinasi-destinasi wisata yang tengah menjamur belakangan ini. Yaitu suatu tempat di ketinggian dengan platform berbentuk sedemikian rupa yang menarik untuk dijadikan tempat berfoto.


Hujan yang semula deras akhirnya reda. Asyiknya, gara-gara hujan itu suasana di Watu Payung jadi menyenangkan dalam balutan kabut yang cukup tebal.

berteduh di salah satu saung

Asal Mula Nama Watu Payung

Tempat ini dikenal dengan nama Watu Payung karena di sini terdapat batu yang bagian bawahnya menyempit sehingga tampak seperti payung. Oleh masyarakat setempat batu ini pun diberi nama Watu Payung atau Batu Payung. Hingga akhirnya destinasi ini pun lebih familiar dengan nama itu. 

Ini yang namanya Watu Payung

Ada sebuah legenda yang melatarbelakangi keberadaan Watu Payung ini. Alkisah pada awal tahun 1800, terdapat sebuah keluarga yang hidup di tengah hutan, yaitu Ki Dolong dan Nyi Tandur beserta putri kesayangannya. Pada masa itu adalah era Kerajaan Demak. Salah satu putra kerajaannya bernama Raden Joko Omyang. 

Dalam pengembaraannya, Raden Joko Omyang sampai ke daerah Turunan dan bertemu dengan keluarga Ki Dolong. Melihat kecantikan putri Ki Dolong, Raden Joko Omyang jatuh cinta dan bermaksud menjadikan putri Ki Dolong sebagai istrinya. 

Akhirnya Raden Joko Omyang dan keluarganya hidup di daerah Turunan. Pada masa itu, kebiasaan para satria adalah menyepi untuk mencari petunjuk dan penghayatan hidup. Demikian pula halnya dengan Raden Joko Omyang. Ia pun menemukan sebuah gua untuk tempat bertapa. Gua itu dikenal dengan nama Goa Pertapan. 

Di akhir masa pertapaannya, beliau keluar dari Goa Pertapan dan beristirahat sambil menikmati indahnya alam ciptaan Tuhan dari sebuah tempat di sisi timur gua yang dikenal dengan nama Gajah Mopo. 

Raden Joko Omyang yang merasa dahaga akhirnya mencari sumber mata air. Hingga kemudian terlihatlah olehnya sebuah batu besar yang di atasnya terdapat genangan air atau yang lazim disebut tompak watu. Raden Joko Omyang pun meminum air genangan tersebut seraya berucap, semoga tempat ini dikemudian hari dapat membawa kesejahteraan bagi warga sekitar. Atau yang dalam istilah Jawa dikenal dengan istilah 'mayungi'. 

Sebagai rasa syukur, Joko Omyang pun bersujud di sebelah barat dengan beralaskan batu. Tempat sujudnya itu kemudian dinamakan Pasujudan Susuh Angin. Akhirnya tompak watu tempat Joko Omyang minum dan bersujud itu dikenal dengan nama Watu Payung hingga saat ini. 

Pasujudan Susuh Angin dijadiin mushola di sini

Pesona Watu Payung Turunan

Untuk mempercantik kawasan Watu Payung, pihak pengelola menambahkan beberapa ornamen penghias yang dibuat oleh seniman. Salah satunya yang juga bakal pertama kali dijumpai oleh pengunjung adalah semacam gerbang unik dari kayu di tengah hutan jati.

'Gerbang' yang jadi spot foto

Karena keunikannya, gerbang ini seolah menjadi spot wajib para pengunjung untuk berfoto. Bila berjalan terus ke utara, maka akan sampai di spot panorama. Hamparan pemandangan terbuka ke arah utara tampak begitu memesona.


Lokasi ini pun menjadi spot favorit para pengunjung untuk berfoto. Berlatar belakang hamparan luas perbukita hijau dan lembah Sungai Oya, hasil jepretan kamera nantinya akan begitu menakjubkan.

Tak hanya menyajikan keindahan panorama alam, suasana di Watu Payung Turunan juga begitu mendamaikan jiwa. Letaknya yang jauh dari jalan membuat suara nyanyian alam terdengar begitu merdu di sini. 


Watu Payung Turunan ini merupakan tempat yang cocok untuk menikmati pemandangan matahari terbit. Waktu terbaik mengunjungi Watu Payung adalah di awal musim kemarau sekitar Bulan Mei sampai Juli. Pada waktu tersebut, kemungkinan matahari terbit akan terlihat karena cuaca cerah. Tapi sewaktu saya berkunjung ke tempat ini pada bulan Desember pada musim hujan, panorama di Watu Payung tak kalah memesona. 


Fasilitas penunjang wisata sudah dibangun di Watu Payung Turunan ini. Tersedia toilet dan warung makan serta minuman. Ada pula joglo untuk beristirahat dan mushala bagi mereka yang ingin menjalankan salat.

warung makan

Bagaimana Menuju ke Watu Payung? 

Waktu tempuh Kota Yogyakarta-Watu Payung Turunan sekitar satu jam perjalanan. Jarak tempat ini dari Kota Yogyakarta adalah kurang-lebih 28 kilometer. Rute termudah adalah melalui Jalan Imogiri Barat kemudian lanjut ke selatan di Jalan Imogiri-Siluk.

Cukup ikuti jalan utama sampai kawasan perbukitan. Jalan akan cukup menanjak dan berkelok sehingga kondisi kendaraan harus dipastikan sanggup melaluinya. Akan ada papan penunjuk jalan di sebuah perempatan ke arah Watu Payung.

Perjalanan dilanjutkan ke arah timur di Jalan Turunan. Sekitar 450 meter melaju, belok kiri di jalan cor yang merupakan pintu masuk ke Watu Payung. Tak lama kemudian terdapat pos retribusi dengan harga tiket hanya Rp 5.000 per orang.


You Might Also Like

0 komentar